Rabu, 28 November 2012

Belajar Menutup Hari

Belajar Menutup Hari

Lagi-lagi...
Kita tak pernah tau, kapan Malaikat Izroil datang menjemput kita. Satu hal yang pasti adalah bahwa setiap kita akan menemui mati. Perkara kapan, tak ada yang mengetahui.
Dan Hingga Malaikat Izroil datang menjemput, ujian akan datang silih berganti. Keburukan dan kebaikan. Kapan kita bersyukur kapan kita kufur. Kapan kita maksiat, kapan kita segera bertaubat.

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan -----Qs. Al Anbiya (21): 35

Namun, semenjak kita tak pernah tahu, kapan Maut datang menjemput, tidakkah kita belajar menutup hari-hari kita sebelum hari kita di bumi benar2 akan tertutup selamanya?


Belajar Menutup Hari..

Adalah saat-saat dimana kita benar-benar menutup hari di setiap harinya menjelang kematian kecil kita, yakni tidur.

Tahukah Sadarkah kamu, bahwa setiap hari, kita mati. Setiap hari, setiap malam, dan tepatnya setiap kita tidur, roh ini lepas dari raga kita. Jika memang waktu di dunia kita sudah habis, saat itulah Allah tetap menjaga roh kita, dan tidak ‘mengembalikannya’. Namun, jika memang belum saatnya Allah memanggil, roh kita akan dikembalikan kepada raga kita. Dan saat itulah kita terbangun.

Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.----Qs. Az Zumar (39): 42


Belajar Menutup Hari..

Tak pernah ada yang tahu kapan Maut menjemput. Tentulah kita selalu berharap agar hidup ini berakhir dengan sebaik-sebaik keadaan. Sebaik kita mempersiapkan diri menjelang ujian akhir nasional di kala akhir belajar di sekolah. Begitu pulalah seharusnya kita mempersiapkan jemputan sang Maut. Setiap hari, selayaknya kita menutup hari kita, karena setiap hari kita akan mati. Bagaimana kita menutup hari... kembali pada bagaimana pilihan kita.

Mau seperti Abu Bakar kah, yang menutup hari dengan sholat witir.. karena ia takut, ia tak akan bangun lagi, sedang amal-amalnya hari itu belum di (sempurnakan) tutup dengan witir.

Atau... seperti salah seorang sahabat yang menutup hari dengan melapangkan kesalahan saudaranya. Hingga kebiasaan menutup hari ini, menghantarkannya menuju Surga Allah.

Atau... seperti yang telah Baginda Rasulullah saw ajarkan tuk menutup hari dengan istigfar...

Atau... mati, ya mati begitu saja.. dalam keadaan tak sadar, tak bersiap, atau bahkan dalam gelimang dosa kecil maupun besar..

Mau yang bagaimana kita menutup hari kita??


Belajar Menutup Hari..

Kita memang tak akan pernah tahu, kapan Maut menjemput. Kita tak pernah tahu, akankah esok kita masih mampu melihat dunia. Namun, kita harus selalu memiliki himmah, harapan, juga asa, tuk selalu perbaiki amalan dari hari ke hari. Biarlah Allah yang menentukan kapan kita dipanggil, yang pasti, kita harus selalu siap, kapan Allah memanggil kita.

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. -----Qs. Luqman (31): 34


Karena kematian adalah rahasiaNya..

Allahumma.. Smoga Allah melindungi kita dari segala kelalaian... Smoga Allah mematikan kita dalam sebaik-sbaik keadaan (Khusnul Khotimah)..

Aamiin..

Minggu, 18 November 2012

Smoga Doa-Doa ini sampai kepada Mereka

Hari ini, siang ini baru saja dilangsungkan aksi solidaritas palestina...

Hari ini, Aku mencoba memaknai setiap langkah yang ku ayunkan di aksi tadi..

Aku hanya berharap, langkah ini adalah hitungan amal yang bisa aku lakukan saat aku tak mampu membantu langsung disana...


Kepada mereka yang kami lewati...
Aku berfikir, apa kah yang orang-orang fikir saat kami dengan lantang meneriakkan yel-yel maupun nyanyian, membawa bendera Palestina...

Aku berfikir...adakah di antara mereka yang tergerak atas kami...
Benarkah yang kami lakukan benar2 dakwah..?

Atau malah membuat komunitas dengan simath seperti ini membuat kami menjadi lebih eksklusif dan tak dapat menjangkau mereka...?

Mungkin ada yang mencaci..

Mungkin ada yang heran..

Mungkin pula ada yang sebal...

Atau mungkinkah.. ada yang tergerak...?

Memang, aksi tadi dilakukan bukan untuk mereka..

Aksi ini, untuk membuktikan kepada dunia, bahwa saat ada saudara muslim terjajah, dimanapun itu, kami tak tinggal diam...

Aksi ini untuk mereka--yang tengah berjuang dengan jiwa raganya,
untuk menguatkan mereka, meyakinkan mereka..
bahwa mereka, tak sendiri..

Dan Aku pun berdoa, smoga Allah menggerakkan hati meski sedikit dari mereka yang kami lewati, dari apa yang kami lakukan...

Smoga syiar ini...ada yang sampai kepada mereka.. meski sedikit...


Kepada mereka para mujahid Palestina..

Smoga doa-doa ini sampai kepada kalian..

Smoga ikatan hati karena iman ini, terasa,..menjadi penguat kalian berjuang...

Smoga Allah memenangkan dienNya..dimuka bumi ini...
aamiin..


"Halo..halo GAZA...
Ibukota Perjuangan..

Halo..Halo GAZA...
KOta kenang-kenangan..

Sudah lama beta..
tidak berjumpa dengan Kau...

Sekarang...telah menjadi lautan JIHAD..
Mari bung.. REBUT KEMBALI.."

(Lagu "Halo-halo Bandung" dengan Gubahan *)

*) Lagu Halo-halo Bandung merupakan satu2nya lagu Indonesia yang dinyanyikan di atas Kapal Marmara sebelum di serang oleg Israel.


..present for PALESTINE...

Rabu, 14 November 2012

Welcoming New Year

Kali ini, Ia nampak terombang-ambing..
Dengan irama dan nada tak teratur...
Kadang keras, kadang pelan...
Kadang banyak, kadang sedikit..
Sesekali, gemuruh menyela...
Menambah kekhusyukan, Bagi mereka yang tenggelam dalam zikir dan doa..
Membawa kelenaan, Bagi mereka yang terlelap di atas peristirahatannya...
Menguatkan keyakinan, akan kuasa yang Yang Maha Mengatur segala..
Dan gemuruh kembali menggelegar...
Mengingatkan insan, agar ia ingat pada Sang Pencipta...
Menambah kesenduan, bagi mereka yang dirundung duka...
Serta, Mengantarkan kesyahduan, bagi mereka yang bermuhasabah..

Rintik ini, kian besar...
Mungkinkah ini semangatmu, untuk menghantarkan nikmat ke bumi?
Ataukah marahmu, untuk memberi pelajaran ke kami?
Inikah sukacitamu, menyambut masa yang kian berganti?
Ataukah tangismu, atas makhluk bernama manusia yang berlaku di bawahmu, Yang tak hentinya, berlaku keingkaran...

Aku tak bisa menebak, apa yang kau rasakan..
Yang aku tau, engkau turun dengan deras..
Yang aku tau, engkau sedang menaati titahNya...
Yang aku tau, engkau sedang mensyukuri nikmatNya...
Yang aku tau, engkau sedang berdzikir dengan dzikir yg tak ku ketahui, pada PenguasaMu..
Wahai, hujan...


**************************************************

Mendengar...
Merasakan...
Mengamati...
Perilaku sang hujan..
Yang sedang menyambut bilangan waktu yang kembali berulang..

Faghfirli ya robbana... inna as’aluka rahmatan wa ridho fii kulli zaman,
fii dunya wal akhiroh..aamiin..

1 Muharrom 1434 Hijriyah


*Sumber gambar: google (sorry, lost source)

Minggu, 11 November 2012

Sedikit Perspektif tentang “Keluarga”

Tiba-tiba berlangsung percakapan:

Si A: “kamu itu orang yang ga butuh dukungan sosial ya?”

Si B: “hee...? maksudnya dukungan sosial..?”

Si A: “Kamu mampu mencapai target dan rencanamu tanpa butuh dukungan dari orang lain..”

Si B: “absolutely, NO! Kenapa bisa bilang kayak gtu?” jawabku tegas.

Si B: “nampaknya kayak gtu..”

Si A: “salah besar, aku adalah orang yang saaangat butuh dukungan sosial. Karena aku sangat menyadari kekurangan yang belum bisa ku reda: mudah down, pesimis, dan over-minder...” lanjut A ”aku gag tau apa yang orang umum lihat tentangku, tapi kalo kamu tahu, aku adalah orang selalu butuh dukungan sosial. Dan mereka yang slalu ku mintakan dukungan sosial adalah KELUARGA. Bagiku, keluarga adalah orang-orang yang terdekat bagiku. Dan seharusnya, merekalah orang2 yang terdekat kita SEBELUM orang lain. Aku selalu mengadu pada mereka sebelum menceritakannya pada orang lain (selain pada Allah tentunya). Aku mintakan support mereka pertama, sebelum ku minta support dari orang lain. Aku selalu mendapat penguatan dari mereka. Apapun. Saat aku minder, jatuh, gag Pede, down, dan segala masalah lainnya. Dari Ayah, Ibu, dan kakak2ku. Aku selalu mintakan doa pada mereka sebelum aku memulai sesuatu yang besar. Mereka yang akan terus melantunkan doa dan menyebut nama kita dengan relanya di setiap munajat mereka. Bahkan tanpa kita minta, mereka akan terus mendoakan kita. Karena mereka, adalah yang paling tau diri kita, lemah kita, kuat kita, boroknya kita, dan baiknya kita.. sejak kecil hingga saat ini.. karena mereka orang yang terdekat dengan diri kita, sharusnya.

Aku menyampaikan semua kendala dan masalahku pada mereka, bahkan saat ketertekananku saat merasa aku gag mampu memenuhi apa yang mereka harap. Apa yang mereka lakukan? Justru mereka balik menguatkanku..
Aku bukan orang yang tidak ‘menganggap’ keberadaan teman, bukan. Tapi, mungkin, teman akan melihat betapa lemah diri kita, saat kita mengadukan sesuatu padanya. Siapa sih aku? Sesuatu yang penting bagi kita mungkin tak terlalu di anggap penting bagi orang lain. Bukan prasangka. Tapi, kita bisa menilai dari responnya bukan? :) Karena itulah, aku selalu berusaha mengganggap penting smua stuff yang orang lain sampaikan.. karena dianggap gag penting, mungkin rasanya akan sakit, apalagi bagi yang sensitif :)

Aku tetap akan menceritakan stuff-ku pada teman, untuk menghargai mereka sebagai teman. Aku akan bersyukur, saat mereka memberikan simpati empati bahkan bantuan kongkret kepadaku. Namun aku tak akan kecewa, saat mereka menganggap stuff itu gag penting.. karena aku sudah dikuatkan sebelumnya oleh keluargaku.. karena bergantung pada yang tak pasti itu : Sakit :) ”
Si B: “hmm..” (mengangguk) (berfikir)

*************************************************************************

Ini hanya secuil percakapan juga pandangan tentang anggapan kita pada keluarga. Seringkali, sebagian di antara kita ‘mengabaikan’ keluarganya. Mengutamakan yang ‘diluar’ daripada keluarga. Yaa..pada konteks2 tertentu, itu bisa jadi benar. Namun pengutamaan kita ‘diluar’ ‘seringkali’ mengabaikan orang-orang terdekat kita sendiri, yakni Keluarga. Entah pengabaian dalam bentuk perbaikan, orang pertama yg kita butuhkan, dan lainnya.

Memang, latar belakang dan keadaan keluarga masing2 kita berbeda. “wah, situ enak, punya keluarga yang bisa dicurhatin.” <> “kamu ga tau betapa menyeramkannya orang tuaku??” <> “mereka ga bisa kasih solusi yang ‘sholih’ buat masalahku” <> “orang tuaku masih kejawen.” <> “keluargaku aja masih bolong2 sholatnya” dan sejuta latar belakang lainnya...

Jika memang keluarga kita masih bermasalah, lantas, apakah akan kita tinggalkan begitu saja.. ada ayat yang selaluu saya ingat, hingga, Saya tak pernah lepas melantukan permohonan doa selamat padaNya..: “wahai orang2 yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari apa neraka..” attahrim:6

Menganggap mereka ada adalah satu jalan tuk ‘menyelamatkan’ mereka bukan.. :)

Ya.. Karena Keluarga, adalah mereka yang kita slalu berharap selamat dari NerakaNya... dan berharap tuk kembali berkumpul bersamanya di Surga-Nya... However, Thanks lot, my family....

(dan aku tetap merenung, tapi bukan melamun..)

Jumat, 05 Oktober 2012

wanita sebaiknya berpendidikan tinggi... (??)

ini hanya sebuah pemikiran.

tempo dulu, saat masih awal-awal masa kuliah, teman sekamarku yang terpaut beberapa tahun cukup jauh di atas ku mengajakku kerumahnya di wilayah selatan Yogyakarta. Aku menyebut temanku itu—Kejora. Saat itu dia bercerita, tentang seorang muassis dakwah kampus teknik—kampusku, seorang akhwat yang telah melanjutkan pendidikannya di negeri jiran seberang sana. Sang muasis ini berkata,”Perempuan itu harus berazam untuk sekolah tinggi, dan menggapai sekolah tingginya itu. Tak cukup S1, atau S2, jika perlu S3..”

hmmm...aku mencerna. Tidakkah statement di atas mengundang tanya: “kenapa?”.
Ya, kata itulah yang spontan ku lontarkan kepada temanku yang menyampaikan ulang statemen sang muassis ini kepadaku.

Penasaran? Atau... sudah tau alasannya?

Beginilah jawaban sang muassis tadi, “karena wanita esok akan menjadi seorang ibu. Setinggi apa kualitas pendidikan seorang ibu, maka itu akan menentukan kualitas intelektual sang anak..”

Wah kok bisa? Saat itu, temanku menjelaskan alasan lebih jauhnya. Namun, aku belum bisa benar-benar memaknai dan mencernanya, entah karena logikaku belum sampai, atau karena memang aku belum mengalami dan menjalaninya, saat itu. :D
Namun, beberapa waktu ini, aku mulai menyadari pentingnya seorang wanita memang perlu berpendidikan tinggi. Apa??

Hal ini kusadari ketika aku sedang menggalau soal pendidikan. Saat itu,aku sedang bingung-bingungnya mengenai perihal konsentrasi apa yang akan aku dalami jika aku melanjutkan studi ku. Aku sangat bersyukur, ayahyang ditadirkanNya sebagai salah seorang tenaga pendidik, dapat memberikan gambaran yang cukup menjawab kebimbanganku saat itu. Di sanalah aku menyadari, peran orang tua sebagai pemberi pandangan dan wawasan tentang suatu hal kepada anak-anaknya sendiri. Bukan orang lain. Karena orang tua adalah orang terdekat bagi anak-anaknya. Bukankah demikian? Sementara wawasan dan pandangan akan sangat ditentukan pada sebanyak apa pengalaman seseorang di bidang tertentu. Ini hanya satu contoh.

Zaman bergerak maju. Barangkali mereka yang hidup pada generasi penjajahan tidak memungkinkan untuk mengenyam pendidikan tinggi, bahkan mereka yang bisa bersekolah hanya dari kalangan terbatas. Atau barangkali, mereka yang hidup di masa orde baru sampai reformasi dan generasi setelahnya berupaya sekeras mungkin untuk menafkahi hidup mereka dan keluarga dikarenakan kondisi perekonomian yang tidak stabil saat itu. Sehingga mereka memilih untuk bekerja.

Zaman memang terus bergerak maju. Standar pendidikan yang berupaya untuk dienyam semakin tinggi. Dulu, seseorang masuk Sekolah Rakyat saja sudah sangaaaat bersyukur. Lalu dengan berbagai perkembangan kondisi di negara ini, orang-orang semakin berupaya agar bisasekolah sampai tingkat menengah, hingga ke perguruan tinggi. Mereka yang hidup di generasi sebelum ini, yang mungkin tidak dapat meneruskan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi akhirnya bertekad untuk menyekolahkan anak-anak mereka sama atau lebih tinggi dari mereka. Karena mereka merasakan pentingnya pendidikan. Sehingga pendidikan anak bisa jadi lebih tinggi dari orang tua mereka. Dan pada generasi esok, barangkali, pendidikan orang tua bisa sama lebih tinggi atau sama dengan anak mereka (artinya, sama-sama tinggi).

Lalu mengapa wanita? Kan ada laki-laki...?

Kembali ke pembahasan di awal. Wanita harus berpendidikan tinggi. Mungkin sekilas, terkesan seperti pemikiran2 kaum feminis, dimana wanita berpkiprah sebebas dan seluasnya. Tapi jika kita melihat dari sudut pandang sebuah keluarga, maka kita teringat akan sebuah pernyataan yang mengatakan“wanita adalah madrasahkeluarga”. Ia lah pendidik anak-anaknya, ia yang akan mendampingi anak-anaknya dalam tumbuh kembangnya menjadi sesuatu. Namun disini, bukan berarti mengesampingkan peran seorang ayah. Karena bagaimana anak-anak itu akan menjadi adalah kerjasama dari ayah dan ibu. karena esok, seorang ibu atau juga ayah, harus tepat dalam memberikan jawaban atas berbagai keingintahuan seorang anak atas dunia dan kehidupan dimana ia tinggal. :)

Ini hanyalah sebuah pandangan atas sebuah pilihan hidup. Bisa benar, bisa salah. Boleh sepakat, boleh tidak. yang pasti, kita harus punya alasan sadar dan tepat atas berbagai pilihan hidup yang kita ambil. Jadi, smua kembali pada pilihan hidup kita masing-masing. :)

Sabtu, 21 April 2012

Tentang sebuah dedikasi..


Belakangan ini, aku merasa beberapa forum yang aku temui menyebut-nyebut soal dedikasi. Entah di kampus, di radio, di televisi, dan juga di rumah. Dalam fenomena-fenomena yang kutemui, pun tak sadar aku menyebut itu sebagai dedikasi. Aku jadi tergilitik untuk membuat sebuah catatan mengenai dedikasi.

Apa itu dedikasi?

Suatu ketika, aku hendak pulang kerumah, di tengah hujan yang cukup deras di sore hari, aku menyempatkan mampir ke kampus ku untuk suatu keperluan. Di sana aku melihat, 2 orang bapak bapak masih setia berjaga di portal masuk dan keluar. Di bawah hujan. Mereka hanya berlindung di bawah pepohonan di portal tersebut. Aku menyebutnya, “itulah dedikasi.”

Seorang karyawan di ruang studioku begitu bersabar menunggu selesainya jam kantor, meskipun ia harus melakukan sesuatu entah apa untuk membunuh kebosanan menunggu jam kantornya selesai. Terlepas dari seberapa ga penting hal yang ia lakukan untuk membunuh kebosanannya itu. Aku menyebutnya, “itulah dedikasi”

Seorang dosen menunggu para mahasiswanya datang ke kelas perkuliahannya, rela menunggu30 menit, 45 menit, atau bahkan sampai waktu perkuliahannya selesai, agar ia tidak benar2 makan “gaji buta”, karena ia sudah dibayar oleh uang rakyat. Aku menyebutnya, “itulah dedikasi.”

Seorang pemuda, rela di tempatkan di mana saja untuk mengajar daerah tertinggal, walau ia tak mendapat gaji. Ia melakukan itu semua, hanya demi, upaya mencerdaskan bangsa ini. Aku menyebutnya, “itulah dedikasi.”

Seorang guru ngaji tetap datang, bagaimanapun kondisi cuaca, seberapa sedikit murid yang datang, walau hanya ada 1 murid yang datang, atau bahkan, meskipun ia tidak dibayar, ia tetap datang mengajar. Karena murni dari hati, ia ingin mengajarkan ilmu qur’an kepada mereka yang belum faham akan qur’an... ia tak berharap balas dari muridnya, namun, ia meyakini segalanya akan dibalas, oleh yang ‘di atas’. Aku menyebutnya, “itulah dedikasi”

Dan mungkin... masih ada contoh-contoh lain dari sepersekian fenomena yang kita temui dalam hidup ini. Mungkin contoh ini tidak hanya satu, tapi bisa jadi terbilang sedikit. Artinya, mungkin jarang orang yang saat ini masih memliki dedikasi tinggi dengan pekerjaannya. Masih memegang prinsip dalam pekerjaannya.

Aku tak ingin mencela pemerintah, atau para pejabat2 negeri ini yang sedang bertandang di atas sana, karena pun aku menyadari belum punya kafaah disana. Namun, kerap kali muncul banyak tanya di benakku, kemana dedikasi mereka sebagai “pelayan rakyat”? betapa, masih teganya mengambil uang negara untuk kepentingan pribadi, di tengah keadaan rakyat yang masih kekurangan sana sini. Mungkin masih tidak akan habisnya tanya itu untuk saat ini. Yang ada, bagaimana kita mampu mengaktualisasi diri sesuai dengan kafaah yang kita miliki tuk sedikit demi sedikit memperbaiki keadaan bangsa ini. Sedikit, demi sedikit. Sesuai apa yang kita bisai.

Yah, itulah sebab, mengapa “dedikasi” cukup jarang dapat ditemui.. ketika sebuah pekerjaan bertemu dengan kebutuhan yang akhirnya memunculkan sebuah kepentingan. Ketika pekerjaan atau jabatan hanya diselimuti balasan/upah ansich, tanpa ada prinsip hidup yang menyertainya. Ketika segala sesuatunya bertemu dengan kebutuhan untukdapat bertahan hidup...”asal saya dapat uang”. Maka, dipastikan... dedikasi akan semakin menghilang...


Dedikasi, memang tak mudah. ia akan muncul karena dua hal.

Yang pertama, ketika seseorang memiliki prinsip hidup dan prinsip kebenaran dalam dirinya. Karena dedikasi lahir, dari sebuah prinsip, bukan kepentingan. Barangkali, sebagian ada yang mengatakan “kebenaran itu relatif”. Maka saya mengatakan, “Tidak, kebenaran itu MUTLAK. Kebenaran itu datang dari Tuhan. Kebenaran itu adalah nilai-nilai ilahiyah (ketuhanan). Dan nurani seorang manusia pastinya akan mengarah pada kebenaran, sekalipun jiwa dan ucapnya dibantu oleh logikanya menafikan kebenaran itu. So, mintalah fatwa kepada hatimu, itulah pesan rasululloh kepada sahabatnya, dan pastinya kepada kita pula. Karena hati, tidak akan pernah dusta, karena hati, akan selalu mengarah pada fitrah kebenaran, karena hati, ada pada genggaman Robb al Kholiq... :)

Yang kedua, ketika seseorang telah mencintai pekerjaannya. Dimana dasar cinta itu ber landas pada sebuah kata “pengabdian”. Pengabdian kepada perusahaahnnya, pengabdian pada almamaternya, pengabdian pada institusi tempat ia bekerja...dan sebagainya dan sebagainya.. dan tentunya, pengabdian paling mulia dan hakiki adalah pengabdian kepada Robbnya. Saat seorang telah cinta pada pekerjaannya dengan landasan yang hakiki tadi, yakinlah, selama apapun ia bekerja, meski sedikit upah yang ia terima, ia tidak akan pernah lelah, karena ia hanya berharap pada satu-satunya Dzat yang sanggup memberi balas...

Opiniku terakhir soal “dedikasi” pada bagian ini adalah,bagiku, “dedikasi” memilik makna yang hampir sama dengan kata “militansi”, dengan nada kata yang lebih soft. I think. Barangkali, kata “militansi” bagi para sebagian aktivis dakwah, menjadi satu kata lecutan pembangkit semangat gambaran seorang kader yang ideal. Tapi... nampaknya itu hanya berefek di masa yang dulu, saat dakwah awal-awal mengemuka di negeri ini. Namun sekarang, kata”militansi” tidak begitu “populer lagi” untuk menjadi gambaran aktivis ideal. Mungkin saatnya kata “militansi” diganti dengan “dedikasi” tuk kembali melecut semangat aktivis tuk terus bergerak dan berkarya di bidangnya. End.

Then... Haa.. aku menjadi geli sendiri menulis tentang dedikasi, di tengah diriku sendiri sedang penat dengan pekerjaanku saat ini. Mungkin, itulah mengapa, Allah menskenariokan orang-orang dan juga fenomena yang aku temui di sekitarku, untuk menyampaikan pesan dan semangat kepadaku soal “dedikasi”....yappari..


anyway, thanks Allah... You Teaches me with your obvious ways..


semoga manfaat...


*ditengah ke-muakan-ku dengan studio

Jumat, 20 April 2012

Just Story #April. 19. 2012. Sepotong Mimpi di sore yang basah...

Hi! :)

enjoy the new story..

Entahlah, aku juga tak begitu mengerti apa yang terjadi dan mengapa... Hari itu, aku sangat penat di tempat kerjaku hari ini. Such a bored and dizzy. Saat itu aku tak sanggup meneruskan pekerjaanku. Kepalaku begitu berat. Aku bukannya mengantuk. Tidurku cukup tadi malam. Meskipun tetap bisa dikatakan larut. Mungkin anemia, mungkin juga tidak. Entahlah, rasanya kepalaku tidak mau diajak kompromi saja untuk meneruskan pekerjaan itu. Guratan Garis-garis di hadapanku membuatku sungguh penat. Padahal, rekan-rekan kerjaku begitu tekun untuk segera menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan itu. Lantas aku? Hey, what’s going on? Ah, tak taulah... saat itu aku memilih tuk membenamkan kepalaku di meja, berbantalkan tanganku sendiri. Aku tidur. Sesaat kemudian, aku berusaha mengangkat kembali kepalaku, tapi, berat. Sangat berat. Dan ku benamkan kembali kepalaku di meja di hadapanku. Sesaat lagi, ku coba angkat lagi kepalaku. Lagi-lagi, berat. Berulang kali ku coba angkat kepalaku, tapi tetap saja aku tak sanggup, dan aku memutuskan untuk sedikit lebih lama menikmati pilihanku tuk tidur sejenak. Yah.. sampai akhirnya tanganku, tubuhku mulai bereaksi, tanganku semutan. Aku bangun, kulihat jam dinding di ruang kerjaku. Pukul 14.25. nampaknya aku tidur cukup lama dari biasanya. Sekitar 40 menitan. Lama, untuk ukuran tidur sesaat di ruang kerja. Biasanya hanya 5 menit. Oh, ya allah... pekerjaanku yang masih banyak... Aku memijit-mijit tanganku yang masih kaku dan semutan—bermaksud tuk melanjutkan pekerjaanku, wajar, mungkin aliran darahku menjadi tak lancar karena ku jadikan bantal. Dan tiba-tiba, temanku datang. Ia yang sudah bekerja di tempat yang cukup bonafit. Dulu ia juga pernah bekerja di studio itu. Berkunjung kesini, menghampiri rekan kerjaku yang duduk tepat di hadapanku. Sudah lama aku tak melihatnya. Melihatku, Dia menyapa “hey rin...”. refleks saja ku jawab seriang mungkin, “hey, bi..!” aku tak tau bagaimana tampang “bantal”ku saat itu. Haha. Hah, aku tak peduli. Tapi rasanya senang, ada teman yang berkunjung ke ruang kerja, dan mau menyapaku. Meksipun, aku juga bukan tujuan utama orang yang ingin ia temui. Secara, aku bukan siapa-siapa di tempat kerjaku. Bahkan, mungkin orang tidak menganggapku ada, :)


Mungkin, karena itulah, aku senang saat ada yang menyapaku di sana.. :D

Ya.. waktu kian merangkak. Waktu kerjaku saat itu sudah hampir usai. Kantor sudah akan tutup. Hh... betapa cepatnya waktu, minggu ke-3 sudah akan usai. Tidaaak...yah, Masing-masing kami harus menyelesaikan proyek hanya dalam waktu 2 bulan. Tuhaan... bantu aku...

Aku mengemasi barang-barangku untuk pulang. And completly, handphone ku mati, habis batere.. Setelah menandai presensi pulang kerja, aku menuju kendaraanku, yang kuparkir di kantor tetangga, Perusahan B- EM, ya, kantor yang dulu aku sempat magang disana selama 2 tahun. Sambil berdoa, Ya allah, smoga di kantor itu tidak ramai orang... aku tak begitu ingin bertemu dengan orang ku kenal saat itu. Great. Dipan kantor itu, sepi, orang-orangnya sedang bercengkrama di dalam kantor. Ya aku segera menghidupkan motorku, tapi tak terburu-buru... sambil aku memikirkan, mau kemana ya aku... rasanya tak ingin segera pulang. Saat itu aku malah bingung. Perutku lapar. Ku putuskan tuk mengisi perutku terlebih dahulu, di warung masakan Aceh, entah kenapa sedari kantor tadi, aku ingin makan disana. Biasanya sih, sepulang kantor aku selalu mengunjungi Gedung Lengkung yang tak jauh dari kantorku. Tapi, perutku nampaknya segera perlu dipenuhi hajatnya. Yup, ku tancap gas menuju warung masakan aceh. Dan sambil memikirkan, habis makan, mau apa, dan kemana... ah, yang penting makan dulu. Perkara habis makan, nanti mau kemana , gampang... Gruuunng....

Aku memang sedang ingin menikmati kesendirianku. Haha. Entahlah, mungkin terlihat aneh. Seorang perempuan, makan di tempat, sendirian. Biasanya, kalau tidak sama pacarnya, Ia makan dengan teman2nya. dan kalau sendiri, ia cenderung memilih untuk membungkus makanannya. Ya.. tapi tidak selamanya begitu... :)

Agak nekat juga sih, memilih makan di tempat itu, karena makan disana untuk ukuran mahasiswa , paling tidak membutuhkan uang sperti di saat-saat awal bulan sampai pertengahan awal... tapi... entah hawa nafsu/bukan, aku sedang ingin makan di tempat yang agak jauh, tidak begitu ramai, dan aku bisa berdialog banyak dengan diriku. Dan aku memilih disana. Kurasa, bujet keuanganku saat itu masih cukup untuk memesan 1 porsi makanan dan minuman.

Yah, aku mengambil daftar menu dan nota. Sebelum menulis pesanan, aku benar-benar memastikan, apakah uang di dompetku cukup untuk makan 1 porsi saat itu. Alhamduilllah, cukup. (meskipun nekat). Yak, Langsung kutulis pesanan, mie aceh daging dan es teh. Kuberikan pesanan itu ke salah seorang waiter. Sambil menunggu, penginnya sih bisa meneruskan pekerjaan kantor yang masih jauh dari selesai itu. Tapi.. menghidupkan laptop di tempat makan, rasanya gimana gitu.. hmm... akhirnya, kuputuskan untuk mengeluarkan notes jurnal kantorku. Aku memilih untuk mensketsa, rancangan siteplanku nanti bagaimana.. sambil menikmati hiruk pikuk kendaraan di sore hari yang ramai, karena saat itu, orang2 pada pulang dari kantornya. Begitulah... hiruk pikuk dunia yang seolah “tak pernah” ada habisnya. ga lama, makanan datang. Then, kusimpan lagi notesku. saatnya makaaaan..

Selesai makan, bayar di kasir, ke parkiran, aku kembali berfikir.. hmm.. habis ini, kemana ya... aku ingin ke suatu tempat dimana pandanganku bisa luas disana.. ah, Got u! ke maskam saja ah, aku ingin memandang lurus ke arah kolam maskam, sepertinya menyegarkan. Dan semoga inspirasiku bisa keluar disana. (maskam=masjid kampus)

Sampai di maskam, menuju kolam. Tidak begitu ramai. Syukurlah. Aku memilih duduk di tangga pintu masuk masjid bagian timur. Segarnya... langit tak begitu panas, sedikti berawan. Meskipun air mancur kolam sedang tidak dihidupkan. Hmm.... ingin menghidupkan laptop, tapi... ah, aku mengambil jurnal kantor ku saja, melanjutkan rancangan siteplanku yang tadi... meskipun stuck dengan siteplan itu, tapi aku senaaang... tetap ku paksa agar ide itu keluar...

Disana, ada 2 oang laki2 sedang bercengkrama di pinggiran kolam—sepertinya mereka mahasiswa... ada seorang bapak dan 2 anaknya—menyuapi salah seorang anaknya yang masih berumur sekitar 3 tahun... 2 orang perempuan yang juga sedang asyik mengobrol di tangga gate lengkung timur maskam... ada yang lalu lalang juga... Ah..menikmati sore yang damai.. menikmati mengamati kehidupan manusia...lama sekali aku tidak melakukan ini.. lamaa sekali.. setelah sekian lama berkutat dengan rutinintas kesibukan... mencoba menulusuri kehidupan mereka dari jauh... oh, hidup....

Craas... air mancur hidup, semakin menambah suasana damai dan harmonis sore itu... senangnya.. dan tiba-tiba anak-anak kecil berhamburan, sepertinya anak-anak TPA.... mereka mendatangi air mancur, berteriak-teriak, berlarian kesana kemari, mencoba menghidupkan keran air.. subhanallah.. tingkah mereka... melihat anak kecil memang membahagiakan, anak manusia yang belum punya beban.. sampai seorang pemuda mendatangi mereka, sepertinya ia “pengasuh” anak-anak itu.. pemuda kurus tinggi berbaju batik.. mencoba menghalangi mereka, berteriak memanggil nama si anak—mencegah mereka dari berlarian terlalu jauh, mencegah salah seorang anak menghidupkan keran, mencegah tingkah2 anak yang menurutnya nakal dan berbahaya... ia kelimpungan... huhu...lucu sekali.. aku menyembunyikan tawaku sambil melanjutkan sketsa siteplanku.. (jangan sampai aku ketahuan ketawa2 sendiri). sesekali melihat lagi tingkah pemuda dan anak-anak itu.. dan si pemuda menggendong salah seorang anak, sepertinya karena tingkah si anak ini mengkhawatirkan si pemuda tadi.. eh, ternyata salah seorang anak yang lain menangis, merasa ga rela temannya di gendong sedang ia tidak. Si pemuda mencoba menghibur si anak yang iri tadi sambil tetap menggendong anak yang lain. Tapi si anak tetap menangis, protes... haha.. nampaknya si pemuda ingin menggendong keduanya, tapi karena badannya yang kurus, nampaknya ia merasa tidak sanggup menggendong ke-2nya sekaligus. Akhirnya samar-samar aku mendengar, ia berkata ”raihan tunggu ya.. mas gendong adek kesana dulu, ntar mas balik lagi.gendong raihan” sambil berlalu pergi ke “basecamp” mereka... si anak masih ga rela, dan mengejar si pemuda tadi sambil tetap menangis. Dengan berlalunya pemuda tadi, anak- anak lain mengikutinya.... ah, bahagianya... dan aku kembali dengan sketsa siteplanku.. tiba-tiba.. tesss.. setetes air mengenai buku jurnalku, lalu ku lihat ke langit, perlahan tetes-tetes itu semakin banyak. Langit pun semakin gelap, mendung... Hujan perlahan mulai turun... ah, awalnya, aku ingin menghabiskan soreku disana.. yak, tak apa, aku segera berkemas, berjalan santai ke parkiran. Aku masih belum mau pulang kerumah, ingin mengeluarkan mantel hujan, tapi, nampaknyahujan ini hanya sesaat. Aku memutuskan untuk tidak menggunakan mantel, meksipun aku membawanya dalam bagasi motorku. Gruuung.. aku pergi dari maskam. Ah, where should i go to?

Sambil mengendarai, Aku menikmati rintik hujan yang menerpaku saat itu. Aku ingat, kata-kata seorang ibu tukang bekam saat aku berobat kesana, dan aku bertanya kepadanya, kenapa kehujanan bisa bikin sakit, dan beliau menjawab “Kalau hujan dan kamu kehujanan, justru niatkan hujan itu sebagai ruqyah, obat.. karena hujan itu rahmat dari Allah..” subhanallah, aku menjadi teringat lagi kata-kata salah seorang ustadz saat itu, kalau setan takut dengan hujan.. makanya hujan itu salah satu ruqyah... yup, bismillah, kuniatkan kehujananku saat ini untuk ruqyah, semoga setan dan jin dalam tubuhku yang kerap membuatku malas, marah,dengki, dan kawan2nya, segera pergi dari tubuhku.. grrung.. kulanjutkan lagi perjalananku. Eh, tapi kok, makin deras ya... hadeh, ya sudah deh, aku pakai mantel saja. Ku pinggirkan motorku, aku berhenti untuk mengenakan mantel. Ada 2 jenis mantel di bagasiku, yang besar (yang ini pasti melindungi dari basah) dan yang potongan (rok-atasan). Kuputuskan untuk mengenakan potongan yang atasan saja,.. grruuung, kulanjutkan lagi perjalananku. Santai. Sampai di lampu merah, aku berhentisejenak. awalnya akuhendak berbelok ke utara, ke arah jalan pulang. Tapi.. Ah, kemana ya habis ini.. kutimbang lagi putusanku.. kutatap langit. langit sore ini masih begitu indah untuk dinikmati dan ditafakuri, tidak sepenuhnya mendung, tapi masih ada berkas sinar di salah satu sudut langitnya... kuning- pucat kecoklatan... ups lampu merah akan segera berganti menjadi hijau, duh kenapa aku mengambil posisi di kanan... dan saat lampu hijau, saat itu pula aku merubah arahku, nekat akhirnya buru-buru aku ambil jalan lurus (ke barat), huffh... untungnya di sebelah kiriku tidak ada yang hendak belok ke utara,... dan.. kemana habis ini..? hmm, nampaknya menikmati sore di kompleks kantorku cukup tepat... yak, ku putusakan kesana saja, ke kompleks Engineering Company, tepatnya ke lapangan basketnya, pasti disana tak ada orang, hujan begini.. hampir sampai, bapak dan mas penjaga portal masih setia berjaga di tempatnya, subhanallah. Sesore dan sehujan begini... yah, mungkin inilah yang namanya dedikasi. “Semangat pak!” supportku dalam hati. Melewati portal, aku berbelokmenuju lapangan basket yang terletak agak di bawah, tak telalu terlihat. Tapi... ternyata ada beberapa orang sudah ada disana... yah, ya sudah deh.. aku hanya berhenti di pakirannya, tepatnya di bawah pohon. Duduk di atas motor. Nampaknya orang yang ada di lapangan basket mengetahui keberadaanku. Aku menganggap diriku seolah sedang menunggu seseorang. Tapi.... ah, nggak banged.

Hmm.. mencoba menikmati hujan dan sore disana.. hanya 5 menit bertahan. Not comfort. Akhirnya aku beranjak dari sana. Memilih mengitari kantor pusat Engineering Company lalu keluar dari kompleks.... Lalu, kemana....?

Aku benar-benar ingin menikmati sore itu, di bawah hujan. Meski rok-ku sudah kuyup. Hampir saja kuputuskan untuk pulang.. tapi...sesaat hendak berbelok ke timur—mengambil arah jalan pulang, sesaat itu pula aku merubah haluan, aku berbelok ke barat. Eleuh-eleuh.. betapa cepatnya aku merubah keputusan. Yap, aku menyusuri selokan. Hendak mengambil putaran ke arah gedung lengkung... tapi, hmm... aku tersenyum. Yatta! Aku menemukan spot sebelum aku berputar ke arah gedung lengkung. Jembatan. Senangnya, sepi. Hanya ada sebuah mobil bertuliskan “maicih” di seberang jalan di jembatan itu. Biasanya di sore hari, tempat ini sering dikunjungi orang2 yang pacaran.

yak.. aku meminggirkan kendaraanku. Beranjak dari motorku dan mendekat ke pinggir jembatannya.... dan... hooo, so kawaaai.. subhanallah... suasana yang mungkin tak kudapatkan di waktu yang lain, kesempatan yang mungkin tidak akan datang kedua kali.... aliran sungai mengalir, pohon-pohon dipinggirannya, kampung yang ada di bantarannya, burung-burung tetap beterbangan, di selimuti gerimis rintik. Dengan berkas cahaya kecoklatan di ufuk langit selatan... kulihat di ujung sana, terlihat gedung Sampoerna yang baru selesai dibangun... dan gedung2lainnya.... indah.... aku tak peduli..dengan kendaraan2 yang lewat di belakangku. Mungkin orang akan memandang aneh, seorang perempuan, di pinggiran jembatan, sendirian, hujan-hujan...”ngapain?” biar apa kata orang saat itu, aku ingin menikmati potongan senja saat itu, disana... toh, mereka ga mengenalku... menatap sejauh mata memandang, menatap langit senja... dan, entah knapa, mataku mulai berair.. serasa ingin menumpahkan semua beban yang menghimpit. Ah.. hidup... so complicated.... Allah, dapatkah hatiku bisa selapang langitMu... hmmh... cukup. aku gak ingin membuat orang semakin bertanya-tanya dengan keberadaanku saat itu disana. Cukup dulu disini.. 8 menit menikmati senja.

Tiba-tiba... tiiin tiiin... Aku menoleh, seorang bapak-bapak mengklaksonku dan menoleh kepadaku sambil berlalu. Aku hanya diam. Hah, mungkin bapak tadi mengira aku melamun, bengong, dipinggiran jembatan, ingin bunuh diri, lalu beliau bermaksud mengklaksonku. Haha, tenang pak, tidak ada kamus bunuh diri dalam mindsetku. Aku beranjak ke motorku dan bergegas menuju spot terakhir sore itu. Gedung lengkung. My memorable place... goodbye bridge... i think, i wouldn’t able to be here again,,,,

sambil berjalan, aku berfikir, mungkin bapak tadi, sesampainya ia dirumah, ia menceritakan keheranannya kepada anak istrinya melihat seorang perempuan di pinggir jembatan sendirian di bawah hujan... haha, jadi geli sendiri.. ah sudah ah... sampai di Gedung Lengkung, oh iya, ada kajian tentang Ilmu di Moshola Apung nya... hmm, padahal aku berencana tuk duduk di jembatan merah, dan berjalan di pinggiran kolam masjid apung... ya sudah, aku memilih spot di sudut tamannya yang lain..

ah, damainyaa... aku berfikir tentang banyaaak hal, tentang hidup ini.. dan akhirnya ku mengakhiri perjalanan sore ku dengan sepotong dzkir sore...

hari sudah mulai gelap. daripada terjadi apa-apa, akhirnya aku benar2 memutuskan pulang saat fyuh... sepotong senja yang panjang... :)

Allah, dunia ini saja sudah Engkau ciptakan Indah... apalagi di syurgaMu ya Allah.. keindahan yang kekal sesungguhnya.. semoga aku bisa berada disana, kelak... Amin..

Kamis, 01 Maret 2012

Just Story #2 : March, 1st. 2012

Hm... mulai dari mana ya...

Di suatu sekolah,sekolah TK, dan lebih terasa seperti SD Sekolah Alam, lagi-lagi, aku seperti diperbantukan mengajar disana. Suatu ketika aku ingin ke belakang. Dan sebelumnya aku memang pernah berada di scene ini sebelumnya. Jadi aku lumayan tau dimana letak kamar kecil. Selepas aku ke belakang, aku hendak kembali ke kelas, tiba-tiba setting persis seperti SMA ku di kota asalku. Dan status ku berubah menjadi seorang murid biasa yang hendak kembali ke kelas dari izin ke belakang.

Sekembalinya aku dari kamar kecul, di koridor kelas, aku melihat “sekelompok” akhwat-akhwat bergamis (saat itu aku mendefenisikan mereka sebagai mba-mba HTI). Sebagian di antara mereka aku kenal, kenal saat di bangku kuliah. (ceritanya aku sedang pergi ke masa lalu, maybe ^^). Mereka masing-masing keluar dari kelas seperti usai mempromosikan/mensosialisasikan sesuatu. yah, aku hanya bergumam dalam hati. Dan meneruskan langkahku ke kelas. Disana ternyata sudah ada guru PPL yang masuk ke kelas dan memberikan semacam test kecil (pre test), aduh aku telat lagi. Aku bergegas masuk ke kelas. Padahal aku dan dia awalnya adalah sama-sama guru yang diperbantukan sebelum aku ke kamar kecil tadi. Tapi sekembalinya aku dari kamar kecil, kondisi berubah. Yah, aku memainkan peranku saja sebagai seorang murid. Saat aku masuk, ia hanya bertanya: “kok telat? Dari mana?”. Ku jawab saja apa adanya, “dari belakang pak...”, meskipun aku menjawab dengan agak canggung, lha wong sebenarnya kami partner. Tapi saat itu ia memang tak mengenaliku sebagai partner guru sebelumnya. Yak, aku langsung diberikan soal test, dan aku bergegas menjawabnya, karena teman-teman yang lain sudah pada mengumpulkan. Tiba-tiba saat hendak mengerjakan, setting berubah menjadi kamar kosku. Hehheh...^^

Yah, disana, di kosku, ternyata guru PPLku tinggal sekos denganku. What??? Heeeh, kok bisa?? Aku juga gak tau, kamarnya berada di kamar paling pojok di lantai 2. Hufh, entah kenapa aku jadi ingat komik yang pernah aku baca waktu SMP, komik Merry Go Round, tuh komik ceritanya juga tentang guru yang tinggal serumah dengan salah satu muridnya yang perempuan. Jangan tanya ‘kenapa’ lagi, aku juga ga tau. Dia jarang keluar, nampaknya. karena tangga turun naik ada di sebelah kanan kamarku, sedangkan kamarnya berada di sebelah kiri kamarku, selang 1 kamar. Seharusnya kalau dia lalu lalang, aku mengetahuinya. Aku hanya menduga saja, kalau di kamarnya ada tangga rahasia untuk turun ke bawah. Jadi ga perlu lalu lalang melewati kamar2, yang notabene kamar perempuan. Huffh, aku sih bersyukur saja kalau memang begitu.

Tiba-tiba saat di koridor kost kami bertemu, aku jadi ingat, aku belum mengerjakan testnya, saat itu ia hendak membahas jawabannya, aku langsung jawab lisan saat itu. Dan anehnya, kok ia membahas di kost ya, tepatnya di depan kamar, jadi ternyata temen kost tepat di sebelahku pun juga jadi ikut membahas.. seolah kamar-kamar kost ini adalah gabungan kelas2...huuffh, sudah ah, aku ga mau bertanya-tanya lagi. Aku langsung saja menjawab pertanyaan yang secara lisan di sebutkan olehnya, dan ada satu pertanyaan yang aku ingat: “hewan apa yang memiliki makna “kekhawatiran”?” aku spontan jawab dari dalam kamarku: “PROTOZOAA..!” .”Benaaar!” kata guru ku itu. Haha, aku juga ga tau kenapa aku bisa jawab itu, beneran! Seolah hewan itu lah yang memang punya makna itu.

Lalu...
Saat hendak menjawab pertanyaan berikutnya, saat aku sambi dengan beres-beres kamarku, tiba-tiba, di depan pintu yakni di sisi sebelah kanan pintu, aku menemukan sepasang kaki berdiri, seperti bersembunyi dan hendak mengagetkanku. Sontak aku pun kaget, seketika aku selesai menyapu pandangan, dari kaki sampai ke kepalanya. Aku mendapati Ia bukan orang yang “biasa” menyambangi rumahku (baca: kost-ku), bahkan orang yang sama sekali aku tidak terlalu dekat dengannya. Ia salah satu senior waktu aku masih aktif di salah satu sayap kepanduan akhwat. Ia datang, mengagetkanku, dengan tingkah agak konyol. Padahal biasanya ga sekonyol ini. Yah, aku hanya kaget saja, karena kamarku masih berantakan, habis “dipakai” lembur studio yang belum selesai. Saat itu pun aku juga bangun terlambat, jadi kondisi ku pun juga masih berantakan. Yah, tapi aku apa adanya saja, aku tak peduli mau berantakan atau tidak berantakan, wong kamarnya masih dalam “pemakaian aktif”, wajar kalau berantakan. :D

Ia memasuki kamarku dan bertanya-tanya beberapa hal, aku jawab dengan santai, meskipun aku lupa hal-hal apa yang ia tanyakan. Hanya saja, saat itu aku berfikir, ni orang kemungkinan besar sedang memata-matai, biasa, sidak-inspeksi dadakan. Melihat bagaimana diri kita dan rumah kita dalam keseharian. Biasanya sidak ini dilakukan ketika ada seseorang yang memang hendak mencari “data” kita. Huh, aku tak mau mikir banyak. Biarkan saja.. (Hoho,hati2 kalau temanmu yang tiba2 sidak ke kost/rumahmu, barangkali ia sedang mencari "data" tentangmu... ^^v)

Lalu, saat aku masih beres-beres dan berbincang dengannya, tiba-tiba, sekelompok akhwat datang dari atas genteng, berjalan di atas genteng. Mereka teman-temanku! Teman-teman di kampus. Hey, tapi subuh-subuh menjelang pagi ini apa yang mereka lakukan? Lalu tiba-tiba segerombolan akhwat-akhwat lainnya bermunculan, tapi mereka terbang.... mereka bukan malaikat kok, tenang, mereka tak punya sayap, tapi mereka terbang dengan menggunakan alat. Alat sederhana, tapi bagiku itu sungguh canggih. Entahlah bagaimana mereka membuat alat itu. Aku hanya berfikir, apa ini masa depan. Hah. Lalu....Apa yang mereka lakukan? Yap, mereka sedang menyebarkan sebuah selebaran syiar yang dibuat dengan sangat cantik, di sematkan pula sebungkus permen dan snek ringan, lalu mereka sebarkan random di atas kampung, sambil terbang. Subhanallah... menurutku indaah sekali. Yah, dari kabar yang kudengar sebelumnya, memang akan ada launching Hari Muslimah seDunia... tapi tak ku sangka mereka meyiarkannya dengan “terbang”. Wah..wah,.. :D

Dan, aku kedapatan 1 paket snek yang disebarkan oleh mereka.. senangnya,.. aku ingin ikut mereka, ingin ikut terbang juga, hehe.. , tapi, yaa aku tak kebagian alat. Yah, aku melakukan apa yang bisa ku lakukan. Aku syiarkan saja sepaket snek yang ku dapat itu ke orang-orang sekitarku. Entah kenapa aku melangkahkan kakiku untuk pertama menemui guruku itu tadi. Ya, kakiku bergegas ke kantor/ruang kerja guruku. Sesampai disana, aku jadi sedikit canggung, dan aku bertanya: “puasa ga pak?” ealah, ternyata beliau bertanya hal yang sama padaku:” lagi puasa ga?”. Dia pun sedang makan rupanya dan hendak menawariku makan juga. hoho, jadi kikuk. Karena aku tidak ingin memperlakukan dan diperlakukan spesial (dasar G.R.), kebetulan di sampingnya ada sekelompok pegawai perempuan berseragam (beragam umur, ada yang ibu-ibu ada yang bukan ibu-ibu, lantas? Maksudnya mba-mba belum menikaaah), seperti pegawai kantor atau malah restoran. Jadi ya... ku berikan saja snek itu ke mereka, sambi mensyiarkan “Launching Hari Muslimah se-Dunia” :D. “Bagi-bagi ya kuenya dengan yang lainnya....“ ceriaku. Yap, aku langsung bergegas pergi ke tempat yang lain, meninggalkan mereka. Meskipun aku tetap berharap, guruku itu bisa memakan snekku. Ups.. hehe.. ^^

.........................


Sampai di saat aku pergi meninggalkan tempat itu pun, aku tidak tau, siapa nama laki-laki itu (baca: guru). Tapi, yang pasti, aku masih ingat wajahnya, wajah yang belum pernah ku temui sebelumnya di dunia sebenarnya. :)

Lagi-lagi.... it’s just story.. :D

Rabu, 29 Februari 2012

Pertarungan antara nafsu keburukan dan kebaikan (2)

Setiap kita bisa jadi memiliki masa lalu yang jahil, atau mungkin sampai hari ini masih mengalami masa-masa jahil itu. Apapun bentuk kejahiliyahan itu.. Hei, mudah sekali mengatakan masa lalu ku dan atau masa sekarangku masih jahil? Memang kau tau apa itu jahil?

Ya, masing-masing kita barangkali memiliki penafsiran dan makna sendiri dari kata jahil. Bisa jadi setiap kita memiliki standar sendiri apakah yang ia lakukan ini jahil atau tidak jahil. Lho? Berarti orang suka-suka dong nentuin ini jahil atau tidak?

Bukan, bukan berarti orang bisa ‘suka-suka’ menentukan. Aturan baku sudah ada, itulah aturan ilahiyah yang semuanya sudah terkandung dalam kitab mulia, al-Qur’an dan tuntunan dari sunnah Rasulullah shollallahu’alaihiwasalam. Semisal, kita sudah tau kalau sholat itu wajib, apalagi lebih utama jika dikerjakan di awal waktu, tetapi karena kekuatan nafsu lebih kuat dibantu dengan dorongan godaan setan, maka penundaan waktu sholat lebih kita utamakan sampai-sampai sholat terlewat saking telatnya. Ya, Kita bisa mengukur diri kita sendiri, sudah sejauh apa nilai ilahiyah kita dan masih berapa banyak nilai kejahiliyahan yang kita miliki.

Sekedar memperjelas, Jahil disini maksudnya adalah segala keyakinan, pemikiran, perbuatan, perkataan, kebiasaan dan segala rentetan yang mengikutinya yang tidak sejalan dengan apa yang Allah kehendaki dan perintahkan, cederung memperturut hawa nafsu, yang sangat rentan dengan hembusan godaan setan. Godaan setan sangat rentan dengan segala sesuatu yang berkebalikan dengan aturan Allah. Lha wong ngajak ke neraka.. pasti bertentangan dengan aturan Allah, bukan?

Bisa jadi, kita tau kalau sesuatu itu salah (misalnya), tapi kita masih saja melakukannya. Kita tau kalau sesuatu tak mendatangkan manfaat bahkan cenderung sia-sia, tapi diri ini masih saja melakukannya. Yang namanya berislam, namanya ber-agama, tentulah seyogyanya kita mampu berislam secara kaffah. Tidak setengah-setengah. Para sahabat Rasulullah, begitu dikenalkan Islam, seketika itu pula mereka menanggalkan segala bentuk kejahiliyahan mereka. Ada yang dulu suka minum khamr, ada yang dulu membunuh anaknya, ada yang dulu menyembah berhala, dan seterusnya.

Lantas, apakah semua yang kita lakukan yang berkaitan dengan kesenangan kita itu dikatakan haram? Bisa iya bisa tidak, bisa jadi itu mubah, tergantung perilaku apa, namun dibalik persoalan haram atau tidak haram, satu yang perlu kita timbang, kira-kira Allah suka/ridho tidak dengan apa yang kita lakukan? Atau malah ada sesuatu hal lain yang jauh bermanfaat untuk kita lakukan.
Rasulullah mengajarkan kepada kita dalam sebuah haditsnya,
Dari Abu Hurairah radhiyallâhu'anhu, dia berkata:
“RasĂ»lullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Di antara (tanda) kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya".” (Hadits hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya seperti itu).

Bagi mereka yang saat ini merasa hidupnya berubah, menjadi lebih dekat dengan Penciptanya, lantas ia “pernah” bertaubat dan memperbaiki diri atas suatu “dosa”, maka ia pasti tau, bagaimana bentuk kejahiliyahan yang pernah ia lakukan.. seberapa kurang bermanfaatnya perbuatan yang biasa ia lakukan.

Mungkin ada yang dulu sering rajin ke bioskop... entah apa yang ditonton..

Mungkin ada yang dahulu, sering mengidolakan artis tertentu sampai-sampai menempel seluruh dinding kamarnya dengan posternya...

Mungkin ada yang dahulu, sampai berjam-jam tahan membaca komik atau novel... dan sterusnya, dan sterusnya...

“ya gak apa2 dung, toh, saya masih inget solat, saya masih melakukan kewajiban-kewajiban saya sebagai orang islam”

Ya, semua adalah pilihan, pilihan untuk berislam secara kaffah atau setengah-setengah. Karena masing-masing kita akan ada nilai masing-masing pula di hadapan Allah. Nilai sebagai seorang hamba. Disinilah letak betapa berharganya nilai sebuah “hidayah”. Saat Allah ta’ala menggerakkan hati seseorang untuk bertobat, itulah hidayah. Saat Allah ta’ala menunjuki seorang hamba dengan kebenaran, itulah hidayah. Saat seseorang mengetahui, mana yang Allah suka dan mana yang Allah tidak suka, itulah hidayah. Saat seseorang melakukan apa yang Allah suka ketimbang apa yang Allah tidak suka, itulah hidayah. Dan sungguh, hidayah itu sangat mahal harganya, tak semua orang beruntung mendapat nikmat hidayah ini. Dalam alquran, kita diajarkan doa yang sangaat indah:
“Ya Tuhan, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sungguh hanya Engkaulah Yang Maha Pemberi karunia.” (QS. Ali ‘Imron:8).

Maka jangan pernah kita menyiakan hidayah yang sudah kita dapat. Maka bersyukurlah bagi mereka yang sudah ditunjuki kebenaran dan kebersihan prilaku sejak awal. Bersyukurlah yang sejak kecil sudah dikeliingi dengan lingkungan dan ajaran nilai yang baik. Jangan pernah sekalipun ada keinginan untuk mencicipi satu saja dari prilaku jahil, karena sekali mencicipi, sulit untuk berlepas. Sungguh, amat sayang semua tarbiyah hidup yang sudah kau dapatkan sebelumnya.

Dan jangan pernah menyerah bagi yang dahulu pernah melakukan segala prilaku-prilaku jahil, jangan menyerah untuk berlepas diri darinya. Jangan sekalipun memunculkan kerinduan untuk kembali pada perilaku jahil itu. Dan sungguh, Allah Maha Pengampun, dan Penerima Tobat. Tak ada kata terlambat untuk bertobat dan memperbaiki diri selagi nyawa masih bersemayam dalam raga.
Allahu’alam bishshowab..

_yangmasihperlubanyakmemperbaikidiri_

Senin, 27 Februari 2012

Just Story #1 : February, 27th. 2012

Scene 1

Aku berada di sebuah sekolah, semacam sebuah SD islam terpadu. Entah untuk tujuan apa aku berada disana. Aku hanya mengikuti ‘alurku’ saat itu, kalau tidak salah: menjalani semacam PPL/magang mengajar. Aku juga tak tau pasti mata pelajaran apa yang ku ajarkan. Seperti sudah ditunjuki sebelumnya, aku menuju sebuah kelas. Aku pun tak tau pasti itu kelas berapa, hanya dari ciri-ciri murid yang ada disana, mereka berusia se-kelas 5 SD.
Ya, aku berdiri di depan kelas itu, hanya berdiri dan melihat, memantau. Nampak seorang guru laki-laki berada di dalamnya dan melihat ku, lantas ia bertanya: “guru yang magang ya?” tanyanya.
Aku tak menjawab, hanya tersenyum. Karena aku pun bingung menjawab apa. Aku juga tak tau apa yang kuajarkan. Lantas karena aku melihat kelas begitu kacau, aku langsung masuk saja ke kelas itu, menyapa para murid. Ternyata aku masuk di saat kelas hampir berakhir. Namun di menit-menit terakhir tersebut, aku mengajarkan doa penutup belajar. Karena kulihat, doa mereka masih kacau, entah mereka berdoa apa. Lalu ku ajarkan saja doa belajar yang ku ambil dari al Quran, namun, entah kenapa aku begitu sulit mencari ayat tersebut, aku hanya menghafalkan letak bukan nama surat dan nomor ayat. Aku begitu khawatir jika muridku menungguku terlalu lama dalam mencari referensi doa belajar tersebut. Yap, akhirnya ketemu juga. meskipun muridku sudah pada berisik. Namun, nampak dari pertanyaan dan raut mereka, mereka berharap aku mengajar lagi disana. Semoga demikian.


Scene 2

Di sebuah kota, kota dimana aku saat ini tinggal, entah di kota apa itu. Aku lupa sedang melakukan apa dimana. Tetapi, yang ku tau saat itu, ada sebuah berita yang sangat heboh, bahwa Presiden negeri itu (kalau ga salah Pak SBY—maaf pak^^) akan meluncurkan kapal besar baru dalam angkatan pertahanan negara, yaitu kapal marinir. Dan itu akan di launching-kan dengan beredar melewati kota. Dan betapa beruntungnya aku saat itu, tepat di atasku, kapal itu lewat. Kapal bertuliskan “MARINIR”, kapal besar berwarna hijau. Wait, KAPAL? lewat di udara? Bukannya yang namanya Kapal itu di laut? Marinir? Bukannya marinir itu bertugas di laut? Yup, itulah anehnya.. :D
Kapal itu berbentuk kapal selam berwarna hijau army, melintas di udara. Kurang lebih bentuknya seperti ini.




Hehe. Lucu ya? Tak lain tak bukan, mungkin hanya ada di Night Dream. :D



sumber gambar:
http://alutsista.blogspot.com/2008/07/rusia-rencanakan-kapal-induk-dan-kapal.html
http://misteriduniafana.blogspot.com/2011/06/sejarah-kapal-selam.html

Pertarungan antara nafsu keburukan dan kebaikan

Manusia diciptakan oleh Allah dengan dibekali akal dan juga nafsu. Akal yang selayaknya kita gunakan untuk senantiasa mengambil pelajaran atas apa yang terjadi di sekitar kita. Dan nafsu selayaknya kita tundukkan dalam ketaatan kita pada Allah. Namun, nafsu memang ‘liar’. Ia adalah sasaran yang sangat empuk bagi setan, sang penggoda manusia. Setan yang tak ingin sendirian ke neraka, yang sampai akhirat nanti akan terus mengajak manusia menemaninya ke neraka.

Hoh, terdengar seperti di film-film ya.. tapi begitulah kenyataan yang seharusnya senantiasa kita sadari. Melalui nafsu ini, setan mempermainkan manusia agar tidak menaati apa yang Allah perintahkan kepada manusia. Ia menyerang dari berbagai arah pada diri kita, depan, belakang, atas, bawah, kanan dan kiri. Sungguh luar biasa bukan upaya yang mereka lakukan? Hebatnya serangan yang dilakukan setan kepada diri kita seharusnya diiimbangi upaya penjagaan (defense) pada diri kita yang luar biasa pula.

Namun, tak selamanya nafsu itu buruk. Ingat, bahwa Allah telah menciptakan dan membekali kita dengan anugerah nafsu. Nafsu itu yang membuat kita memiliki ambisi dalam hidup. Nafsu itu yang membuat kita mengejar berbagai prestasi yang baik di dunia. Tanpa nafsu, mungkin hidup benar-benar akan menjadi sangat datar. Namun, tetaplah yakin bahwasanya tak selamanya nafsu itu buruk. Dalam Kitab Qur’an yang mulia disebutkan:
Dan aku (Yusuf) tidak menyatakan diriku sebagai orang yang bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong pada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Qs. Yusuf 53).
Dalam ayat yang lain dikatakan bahwa sungguh nafsu itu dapat membawa sebab kita masuk ke syurganya Allah.
Wahai jiwa-jiwa yang tenang (Nafs –al-muthmainnah), kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoiNya. Maka masuklah kedalam golongan hamba-hambaKu, dan masuklah ke dalam surgaKu” (Qs. Al Fajr 27-30)

Eit,, ayat di atas bukanlah ayat pembenaran atas segala yang nafsu kita lakukan. Bukan. Namun secara terang, Allah memberitakan kepada kita bahwa pada dasarnya Nafsu itu selalu mendorong kepada keburukan, KECUALI, nafsu yang diberi rahmat oleh Allah, dialah nafsu yang tunduk pada apa-apa yang Allah kehendaki, inilah nafsu sesungguhnya yang akan membawa kita ke syurga.

Persoalannya adalah bagaimana kita mengatur memenej nafsu kita untuk tetap berada pada jalur yang seharusnya. Ini yang berat.
Kerap kali kita selalu mengeluh. Mengeluh bahwa betapa lemahnya diri ini dalam melawan hawa nafsu. tunggu dulu, memang nafsu yang bagaimana? Perbuatan mana yang sekiranya dikatakan sebagai nafsu keburukan? Yang pasti,fitrah manusia itu cenderung pada kebaikan, pada sesuatu yang baik. Bahkan Rasul shollallahu’alaihiwassalam pun mengajarkan kepada kita saat kita dalam keraguan, untuk meminta fatwa pada hati kita. Mengapa? Karena pada dasarnya fitrah hati kita cenderung kepada kebaikan. Karena itulah, ketika diri ragu saat melakukan sesuatu apakah ini nafsu atau bukan, coba tengok, dan berhenti sejenak, lalu tanyakan pada diri, “Kira-kira apa yang saya lakukan ini Allah ridho atau ngga ya? Kira-kira, apa yang saya lakukan ini bertentangan dengan perintah Allah atau ngga ya?” tanyakanlah secara jujur kepada diri kita, hati kita, dan akui jawaban dari hati kita itu.

Seringkah kita menunda sholat ketika adzan sudah berkumandang (entah dengan sebab apapun)?

Apa yang kita pilih antara mengisi waktu dengan membaca/tilawah ataukah bermain game/surfing internet tanpa ada tujuan yang penting dan jelas?

Mana yang kita pilih antara berangkat kajian/majelis ilmu atau bertelekan di atas kasur yang empuk dan nyaman dan melanjutkan mimpi?

Apa yang kita lakukan saat kita sedang bosan antara menonton film seharian semalaman atau membaca/sekedar mentadaburi alquran?

Atau, ketika berkhalwat dengan lawan jenis dengan media apapun namun diri seolah tak sanggup menolak?

Atau keinginan-keinginan dan keraguan-keraguan lain ketika kita hendak bertindak


Yah, silahkan dinilai dan di ukur masing-masing kebiasaan-kebiasaan/prilaku keseharian kita yang tergolong nafsu keburukan. Saat kita mendapat jawaban dari hati kita, saat itulah, kumpulkan seluruh kekuatan kita untuk melakukan (jika itu kebaikan) atau menghindar (jika itu keburukan/maksiat). Dan kuatkan hal-hal berikut:

1. Ingatlah selalu bahwa Allah senantiasa mengawasi kita
2. Jika diri kita tak mampu sendiri, maka minta bantuan orang lain untuk
membantu kita untuk bermujahadah melawan nafsu keburukan kita. paksa diri kita untuk memilih melakukan kebaikan. Meskipun itu sangaaat berat. Yakinlah ketika kita telah berhasil dalam upaya pertama, maka hal itu akan mendatangkan kekuatan positif pada upaya yang berikutnya.
3. Berdoa kepada ALLAH, mohon kekuatan dan kemudahan dalam melakukan ketaatan, sungguh Allah Maha Menolong hambaNya yang lemah.

Bagi yang telah "melewati" masa-masa mujahadah ini, maka sungguh, tidak pernah ada istilah “merindukan kejahiliyahan kita yang dulu”, NEVER! Katakan TIDAK pada diri kita saat keinginan melakukan kejahiliyahan masa lalu kembali muncul. Ingatlah, bahwasanya Allah telah menyelamatkan kita dari jurang kejahiliyahan. Tidakkah engkau menyayangkan tarbiyah yang sudah engkau jalani? Mungkin bertahun-tahun lamanya? Tarbiyah yang telah membuat menikmati indahnya dien ini sampai sejauh ini? Tidakkah engkau menyayangkan mujahadahmu dalam mengikis habis segala kebiasaan buruk yang pernah ada pada diri ketika kau kembali melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak ALLAH? Jangan pernah kembali, jangan pernah menengok kesenangan kejahiliyahan kita yang lalu, tataplah ke depan, tataplah bahwa Surga sesungguhnya menanti kita, agar kita benar2 menapak naik tangga ketaqwaan kita dihadapan Allah.

Allahu’alam bi shshowab..

Semoga kita senantiasa menjadi orang yang kuat dalam menundukkan nafsu kita dalam ketundukan kepada Allah...menjadi nafsu yang diberi rahmat oleh Allah....

Minggu, 29 Januari 2012

My IDOL

Dulu, seorang anak kecil usia 13 tahun, saaangat suka baca komik, terutama komik2 jepang (manga), sampai2 mengagumi tokoh2 di dalam komik tsb.

Saking sukanya, Anak kecil ini pun bercerita pada kakak perempuannya. Ia selalu menceritakan si tokoh ini tadi dalam aktvitas apapun. Saat makan, saat beres-beres, saat duduk bercengkrama, Sampai-sampai selepas sholat pun masih menyinggung...

pembicaraan seusai sholat magrib:
Adik : “(dengan polosnya) mba, aku sukaa banged sama s*w***ra (menyebut salah satu tokoh dalam komik)... cool... aku pengin ada orang beneran kayak gitu..”

Kakak : “ooh.. ya... terus?”

Adik : “ya... suka...”

Kakak : “ooh.... ya.. tadi pas sholat kamu mikirin apa atw siapa? jangan2... s*w***ra ya? (sambil tersenyum)

Adik : “hmmm.... (berfikir.. mengingat-ingat..) iya....hhe..”

Kakak : “ooh... (sambil menata mukena). eh, tahu gak dik... besok, pas di akhirat, kita tuh bakal dikumpulin dengan orang yang jadi idola kita, dengan orang kita kagumi, orang yang bahkan di solat2 kita,kita membayangkannya... di barisin tuh.... siapa pengikutnya ini.... siapa pengikutnya dia... siapa pengikutnya itu.... mereka baris di belakang orang yang mereka idolakan itu. terus ada tuh, barisannya orang2 yang mengidolakan Muhammad saw, barisan orang2yang mengidolakan artis2 di tivi, barisan orang2 yang mengidolakan atlet2... dan mungkin.. ada juga barisan si tokoh komik yang kamu senengin itu, meskipun ia ga nyata ada... (sambil melihat ke arahku dan mendekat).. nah, adik...nanti pengin di barisan yang mana? (sambil tersenyum)

Adik : “(tergugu, diam, mata kosong, terbayang suasana di yaumul akhir... berfikir..)... emmm...

=o0o=

ya, itulah sebuah pembicaraan antara seorang kakak dan adiknya...yap, mencoba mengenang masa-masa aku di berikan pembelajaran oleh kakakku di masa aku belum mengetahui apa-apa secara mendalam tentang agamaku.

Meskipun ga tau itu bener atau ga keshohihan statement terakhir dari si kakak, tapi sampai saat ini aku masih meyakini cerita itu.. dan aku sangat percaya hal itu, sebagai sebuah pembelajaran seorang kakak kepada adiknya, di masa kecil. Pembelajaran mengenai aqidah.
Pembelajaran tentang cinta.
Pembelajaran tentang penghambaan kita pada ‘sesuatu’. Yang ternyata salah salah membuat kita terperosok pada lubang kesalahan yang fatal, karena salah meletakkan sesuatu pada yang seharusnya.
Pembelajaran untuk mengorientasikan segala sesuatu pada akhirat. Pembelajaran tentang keyakinan kita akan adanya yaumil qiyamah.

Di sisi lain, aku kembali merefleksikan, siapa orang yang seharusnya kita idoalakan, kita elu-elukan, selalu kita ingin tiru ‘gaya’ darinya, orang yang kita tiru stylenya dalam berbicara, yang selalu kita ingin contoh setiap peri hidupnya. Supaya nantinya, di yaumul akhir nanti, kita akan berada di barisan orang2 yang tidak akan pernah ada penyesalan di sana. Ialah Rasulullah Muhammad saw.

sudahkah kita benar2 merepresentasikan keidolaan kita pada Muhammad saw?
smoga besok...di padang mahsyar kelak, kita smua dibariskan di barisan Nabi muhammad saw...

*Mengenang kembali masa2 jahil, masa2 awal tarbiyah di keluarga

*Sebuah refleksi pembenahan aqidah