Rabu, 28 November 2012

Belajar Menutup Hari

Belajar Menutup Hari

Lagi-lagi...
Kita tak pernah tau, kapan Malaikat Izroil datang menjemput kita. Satu hal yang pasti adalah bahwa setiap kita akan menemui mati. Perkara kapan, tak ada yang mengetahui.
Dan Hingga Malaikat Izroil datang menjemput, ujian akan datang silih berganti. Keburukan dan kebaikan. Kapan kita bersyukur kapan kita kufur. Kapan kita maksiat, kapan kita segera bertaubat.

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan -----Qs. Al Anbiya (21): 35

Namun, semenjak kita tak pernah tahu, kapan Maut datang menjemput, tidakkah kita belajar menutup hari-hari kita sebelum hari kita di bumi benar2 akan tertutup selamanya?


Belajar Menutup Hari..

Adalah saat-saat dimana kita benar-benar menutup hari di setiap harinya menjelang kematian kecil kita, yakni tidur.

Tahukah Sadarkah kamu, bahwa setiap hari, kita mati. Setiap hari, setiap malam, dan tepatnya setiap kita tidur, roh ini lepas dari raga kita. Jika memang waktu di dunia kita sudah habis, saat itulah Allah tetap menjaga roh kita, dan tidak ‘mengembalikannya’. Namun, jika memang belum saatnya Allah memanggil, roh kita akan dikembalikan kepada raga kita. Dan saat itulah kita terbangun.

Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.----Qs. Az Zumar (39): 42


Belajar Menutup Hari..

Tak pernah ada yang tahu kapan Maut menjemput. Tentulah kita selalu berharap agar hidup ini berakhir dengan sebaik-sebaik keadaan. Sebaik kita mempersiapkan diri menjelang ujian akhir nasional di kala akhir belajar di sekolah. Begitu pulalah seharusnya kita mempersiapkan jemputan sang Maut. Setiap hari, selayaknya kita menutup hari kita, karena setiap hari kita akan mati. Bagaimana kita menutup hari... kembali pada bagaimana pilihan kita.

Mau seperti Abu Bakar kah, yang menutup hari dengan sholat witir.. karena ia takut, ia tak akan bangun lagi, sedang amal-amalnya hari itu belum di (sempurnakan) tutup dengan witir.

Atau... seperti salah seorang sahabat yang menutup hari dengan melapangkan kesalahan saudaranya. Hingga kebiasaan menutup hari ini, menghantarkannya menuju Surga Allah.

Atau... seperti yang telah Baginda Rasulullah saw ajarkan tuk menutup hari dengan istigfar...

Atau... mati, ya mati begitu saja.. dalam keadaan tak sadar, tak bersiap, atau bahkan dalam gelimang dosa kecil maupun besar..

Mau yang bagaimana kita menutup hari kita??


Belajar Menutup Hari..

Kita memang tak akan pernah tahu, kapan Maut menjemput. Kita tak pernah tahu, akankah esok kita masih mampu melihat dunia. Namun, kita harus selalu memiliki himmah, harapan, juga asa, tuk selalu perbaiki amalan dari hari ke hari. Biarlah Allah yang menentukan kapan kita dipanggil, yang pasti, kita harus selalu siap, kapan Allah memanggil kita.

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. -----Qs. Luqman (31): 34


Karena kematian adalah rahasiaNya..

Allahumma.. Smoga Allah melindungi kita dari segala kelalaian... Smoga Allah mematikan kita dalam sebaik-sbaik keadaan (Khusnul Khotimah)..

Aamiin..

Minggu, 18 November 2012

Smoga Doa-Doa ini sampai kepada Mereka

Hari ini, siang ini baru saja dilangsungkan aksi solidaritas palestina...

Hari ini, Aku mencoba memaknai setiap langkah yang ku ayunkan di aksi tadi..

Aku hanya berharap, langkah ini adalah hitungan amal yang bisa aku lakukan saat aku tak mampu membantu langsung disana...


Kepada mereka yang kami lewati...
Aku berfikir, apa kah yang orang-orang fikir saat kami dengan lantang meneriakkan yel-yel maupun nyanyian, membawa bendera Palestina...

Aku berfikir...adakah di antara mereka yang tergerak atas kami...
Benarkah yang kami lakukan benar2 dakwah..?

Atau malah membuat komunitas dengan simath seperti ini membuat kami menjadi lebih eksklusif dan tak dapat menjangkau mereka...?

Mungkin ada yang mencaci..

Mungkin ada yang heran..

Mungkin pula ada yang sebal...

Atau mungkinkah.. ada yang tergerak...?

Memang, aksi tadi dilakukan bukan untuk mereka..

Aksi ini, untuk membuktikan kepada dunia, bahwa saat ada saudara muslim terjajah, dimanapun itu, kami tak tinggal diam...

Aksi ini untuk mereka--yang tengah berjuang dengan jiwa raganya,
untuk menguatkan mereka, meyakinkan mereka..
bahwa mereka, tak sendiri..

Dan Aku pun berdoa, smoga Allah menggerakkan hati meski sedikit dari mereka yang kami lewati, dari apa yang kami lakukan...

Smoga syiar ini...ada yang sampai kepada mereka.. meski sedikit...


Kepada mereka para mujahid Palestina..

Smoga doa-doa ini sampai kepada kalian..

Smoga ikatan hati karena iman ini, terasa,..menjadi penguat kalian berjuang...

Smoga Allah memenangkan dienNya..dimuka bumi ini...
aamiin..


"Halo..halo GAZA...
Ibukota Perjuangan..

Halo..Halo GAZA...
KOta kenang-kenangan..

Sudah lama beta..
tidak berjumpa dengan Kau...

Sekarang...telah menjadi lautan JIHAD..
Mari bung.. REBUT KEMBALI.."

(Lagu "Halo-halo Bandung" dengan Gubahan *)

*) Lagu Halo-halo Bandung merupakan satu2nya lagu Indonesia yang dinyanyikan di atas Kapal Marmara sebelum di serang oleg Israel.


..present for PALESTINE...

Rabu, 14 November 2012

Welcoming New Year

Kali ini, Ia nampak terombang-ambing..
Dengan irama dan nada tak teratur...
Kadang keras, kadang pelan...
Kadang banyak, kadang sedikit..
Sesekali, gemuruh menyela...
Menambah kekhusyukan, Bagi mereka yang tenggelam dalam zikir dan doa..
Membawa kelenaan, Bagi mereka yang terlelap di atas peristirahatannya...
Menguatkan keyakinan, akan kuasa yang Yang Maha Mengatur segala..
Dan gemuruh kembali menggelegar...
Mengingatkan insan, agar ia ingat pada Sang Pencipta...
Menambah kesenduan, bagi mereka yang dirundung duka...
Serta, Mengantarkan kesyahduan, bagi mereka yang bermuhasabah..

Rintik ini, kian besar...
Mungkinkah ini semangatmu, untuk menghantarkan nikmat ke bumi?
Ataukah marahmu, untuk memberi pelajaran ke kami?
Inikah sukacitamu, menyambut masa yang kian berganti?
Ataukah tangismu, atas makhluk bernama manusia yang berlaku di bawahmu, Yang tak hentinya, berlaku keingkaran...

Aku tak bisa menebak, apa yang kau rasakan..
Yang aku tau, engkau turun dengan deras..
Yang aku tau, engkau sedang menaati titahNya...
Yang aku tau, engkau sedang mensyukuri nikmatNya...
Yang aku tau, engkau sedang berdzikir dengan dzikir yg tak ku ketahui, pada PenguasaMu..
Wahai, hujan...


**************************************************

Mendengar...
Merasakan...
Mengamati...
Perilaku sang hujan..
Yang sedang menyambut bilangan waktu yang kembali berulang..

Faghfirli ya robbana... inna as’aluka rahmatan wa ridho fii kulli zaman,
fii dunya wal akhiroh..aamiin..

1 Muharrom 1434 Hijriyah


*Sumber gambar: google (sorry, lost source)

Minggu, 11 November 2012

Sedikit Perspektif tentang “Keluarga”

Tiba-tiba berlangsung percakapan:

Si A: “kamu itu orang yang ga butuh dukungan sosial ya?”

Si B: “hee...? maksudnya dukungan sosial..?”

Si A: “Kamu mampu mencapai target dan rencanamu tanpa butuh dukungan dari orang lain..”

Si B: “absolutely, NO! Kenapa bisa bilang kayak gtu?” jawabku tegas.

Si B: “nampaknya kayak gtu..”

Si A: “salah besar, aku adalah orang yang saaangat butuh dukungan sosial. Karena aku sangat menyadari kekurangan yang belum bisa ku reda: mudah down, pesimis, dan over-minder...” lanjut A ”aku gag tau apa yang orang umum lihat tentangku, tapi kalo kamu tahu, aku adalah orang selalu butuh dukungan sosial. Dan mereka yang slalu ku mintakan dukungan sosial adalah KELUARGA. Bagiku, keluarga adalah orang-orang yang terdekat bagiku. Dan seharusnya, merekalah orang2 yang terdekat kita SEBELUM orang lain. Aku selalu mengadu pada mereka sebelum menceritakannya pada orang lain (selain pada Allah tentunya). Aku mintakan support mereka pertama, sebelum ku minta support dari orang lain. Aku selalu mendapat penguatan dari mereka. Apapun. Saat aku minder, jatuh, gag Pede, down, dan segala masalah lainnya. Dari Ayah, Ibu, dan kakak2ku. Aku selalu mintakan doa pada mereka sebelum aku memulai sesuatu yang besar. Mereka yang akan terus melantunkan doa dan menyebut nama kita dengan relanya di setiap munajat mereka. Bahkan tanpa kita minta, mereka akan terus mendoakan kita. Karena mereka, adalah yang paling tau diri kita, lemah kita, kuat kita, boroknya kita, dan baiknya kita.. sejak kecil hingga saat ini.. karena mereka orang yang terdekat dengan diri kita, sharusnya.

Aku menyampaikan semua kendala dan masalahku pada mereka, bahkan saat ketertekananku saat merasa aku gag mampu memenuhi apa yang mereka harap. Apa yang mereka lakukan? Justru mereka balik menguatkanku..
Aku bukan orang yang tidak ‘menganggap’ keberadaan teman, bukan. Tapi, mungkin, teman akan melihat betapa lemah diri kita, saat kita mengadukan sesuatu padanya. Siapa sih aku? Sesuatu yang penting bagi kita mungkin tak terlalu di anggap penting bagi orang lain. Bukan prasangka. Tapi, kita bisa menilai dari responnya bukan? :) Karena itulah, aku selalu berusaha mengganggap penting smua stuff yang orang lain sampaikan.. karena dianggap gag penting, mungkin rasanya akan sakit, apalagi bagi yang sensitif :)

Aku tetap akan menceritakan stuff-ku pada teman, untuk menghargai mereka sebagai teman. Aku akan bersyukur, saat mereka memberikan simpati empati bahkan bantuan kongkret kepadaku. Namun aku tak akan kecewa, saat mereka menganggap stuff itu gag penting.. karena aku sudah dikuatkan sebelumnya oleh keluargaku.. karena bergantung pada yang tak pasti itu : Sakit :) ”
Si B: “hmm..” (mengangguk) (berfikir)

*************************************************************************

Ini hanya secuil percakapan juga pandangan tentang anggapan kita pada keluarga. Seringkali, sebagian di antara kita ‘mengabaikan’ keluarganya. Mengutamakan yang ‘diluar’ daripada keluarga. Yaa..pada konteks2 tertentu, itu bisa jadi benar. Namun pengutamaan kita ‘diluar’ ‘seringkali’ mengabaikan orang-orang terdekat kita sendiri, yakni Keluarga. Entah pengabaian dalam bentuk perbaikan, orang pertama yg kita butuhkan, dan lainnya.

Memang, latar belakang dan keadaan keluarga masing2 kita berbeda. “wah, situ enak, punya keluarga yang bisa dicurhatin.” <> “kamu ga tau betapa menyeramkannya orang tuaku??” <> “mereka ga bisa kasih solusi yang ‘sholih’ buat masalahku” <> “orang tuaku masih kejawen.” <> “keluargaku aja masih bolong2 sholatnya” dan sejuta latar belakang lainnya...

Jika memang keluarga kita masih bermasalah, lantas, apakah akan kita tinggalkan begitu saja.. ada ayat yang selaluu saya ingat, hingga, Saya tak pernah lepas melantukan permohonan doa selamat padaNya..: “wahai orang2 yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari apa neraka..” attahrim:6

Menganggap mereka ada adalah satu jalan tuk ‘menyelamatkan’ mereka bukan.. :)

Ya.. Karena Keluarga, adalah mereka yang kita slalu berharap selamat dari NerakaNya... dan berharap tuk kembali berkumpul bersamanya di Surga-Nya... However, Thanks lot, my family....

(dan aku tetap merenung, tapi bukan melamun..)