Rabu, 27 Mei 2015

Poppo (2)

Baru saja bertemu, sudah harus berpisah.
Begitulah hidup, sesuatu yang di dalamnya segalanya berpasangan.
Pasangan yang paradoks.

14 Mei 2015
Akhirnya aku membawa poppo ke keluarga besarku. "Cucu" yang sedari lama keluargaku ingin bertemu. Makhluk Allah satu ini sudah dianggap menjadi bagian dari keluargaku. Bahkan, Ibuku sudah mengaggap dirinya eyang bagi poppo. Bahkan, Ibuku kerap menyampaikan salam untuk poppo ketika aku dan ibuku bertelponan. Bahkan, kakak pertamaku yg menyebutkan dirinya "nenek" di depan poppo. Poppo, menjadi bagian dari keluarga kami.

Namun, kepulangannya kali ini, mgkn membawa kebahagiaan di satu pihak. Namun, kesedihan yang mendalam di pihak yang lain.
Ya, itulah aku. Pihak yang teramat dalam kesedihannya.
Siapakah yang berbahagia? Mereka yang sangat mensyukuri kepulangan (kepergian) poppo ke kampung halamanku.

17 Mei 2015
Malam pertama, poppo tak lagi ada di kamar kosan. Belum genap seminggu, belum genap sehari ia tak ada di kosan. Aku sudah teramat sangat merindukannya. Dan aku, kehilangan sangat.
Aku tak sadar, aku sudah menangis. Deras. Keras. Seperti wanita yang kehilangan kekasihnya. Seperti anak yang kehilangan ayah ibunya. Atau... seperti ibu yang kehilangan anak satu-satunya.
1 jam, 2 jam. Tangis ini tak mau berhenti. Sudah lama aku tak menangis seperti ini, sampai sengguk menyergap kerongkongan. Apakah aku gila? Katakan aku gila, jika kamu mau mengatakannya.
Kau tak akan pernah mengerti, rasa sayang pada ia yang selama ini kau tumbuh besarkan dengan jerih keringatmu, sampai kau merasakannya sendiri. Dan malam itu, malam tersepi dan tersedih dalam hidupku.

18 Mei 2015
Pulang dari kantor, sampai di kosan, saat berbelok ke arah kamar, hampir saja aku menyapa "POppoo, aku pulang...". Dan bahkan dari suara kakiku, sebelum aku menyapanya, ia sudah mengenali langkah kaki ku dan ia akan bangun dari tidurnya, lalu ia "meeeoooonnnggg.....". Sambutan poppo saat aku sampai.
Namun sekarang, suara itu sudah tak lagi ada. Tak ada lagi meong sambutan. Yang ada hanya, rak-rak sepatu dengan onggokan sepatu2 usang yang membisu. He's gone.
Ya.. dia sudah tak ada. Dan aku harus terbiasa dengan keadaan ini. Hingga seterusnya, yang aku tak tahu sampai kapan. Mungkinkah takdir akan berbalik?


Love you Po, forever..
You're still the one... the first... the most honest.. love... even than human's love.
You never tell a lie.... but you always know that I got bad day..
You know how to entertain and encourage me, while I was down...
You heal... my pain..
Thanks Po..

My sincerest love for you...

Miss you, always...
Could we meet again...po?