Senin, 27 Februari 2012

Pertarungan antara nafsu keburukan dan kebaikan

Manusia diciptakan oleh Allah dengan dibekali akal dan juga nafsu. Akal yang selayaknya kita gunakan untuk senantiasa mengambil pelajaran atas apa yang terjadi di sekitar kita. Dan nafsu selayaknya kita tundukkan dalam ketaatan kita pada Allah. Namun, nafsu memang ‘liar’. Ia adalah sasaran yang sangat empuk bagi setan, sang penggoda manusia. Setan yang tak ingin sendirian ke neraka, yang sampai akhirat nanti akan terus mengajak manusia menemaninya ke neraka.

Hoh, terdengar seperti di film-film ya.. tapi begitulah kenyataan yang seharusnya senantiasa kita sadari. Melalui nafsu ini, setan mempermainkan manusia agar tidak menaati apa yang Allah perintahkan kepada manusia. Ia menyerang dari berbagai arah pada diri kita, depan, belakang, atas, bawah, kanan dan kiri. Sungguh luar biasa bukan upaya yang mereka lakukan? Hebatnya serangan yang dilakukan setan kepada diri kita seharusnya diiimbangi upaya penjagaan (defense) pada diri kita yang luar biasa pula.

Namun, tak selamanya nafsu itu buruk. Ingat, bahwa Allah telah menciptakan dan membekali kita dengan anugerah nafsu. Nafsu itu yang membuat kita memiliki ambisi dalam hidup. Nafsu itu yang membuat kita mengejar berbagai prestasi yang baik di dunia. Tanpa nafsu, mungkin hidup benar-benar akan menjadi sangat datar. Namun, tetaplah yakin bahwasanya tak selamanya nafsu itu buruk. Dalam Kitab Qur’an yang mulia disebutkan:
Dan aku (Yusuf) tidak menyatakan diriku sebagai orang yang bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong pada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Qs. Yusuf 53).
Dalam ayat yang lain dikatakan bahwa sungguh nafsu itu dapat membawa sebab kita masuk ke syurganya Allah.
Wahai jiwa-jiwa yang tenang (Nafs –al-muthmainnah), kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoiNya. Maka masuklah kedalam golongan hamba-hambaKu, dan masuklah ke dalam surgaKu” (Qs. Al Fajr 27-30)

Eit,, ayat di atas bukanlah ayat pembenaran atas segala yang nafsu kita lakukan. Bukan. Namun secara terang, Allah memberitakan kepada kita bahwa pada dasarnya Nafsu itu selalu mendorong kepada keburukan, KECUALI, nafsu yang diberi rahmat oleh Allah, dialah nafsu yang tunduk pada apa-apa yang Allah kehendaki, inilah nafsu sesungguhnya yang akan membawa kita ke syurga.

Persoalannya adalah bagaimana kita mengatur memenej nafsu kita untuk tetap berada pada jalur yang seharusnya. Ini yang berat.
Kerap kali kita selalu mengeluh. Mengeluh bahwa betapa lemahnya diri ini dalam melawan hawa nafsu. tunggu dulu, memang nafsu yang bagaimana? Perbuatan mana yang sekiranya dikatakan sebagai nafsu keburukan? Yang pasti,fitrah manusia itu cenderung pada kebaikan, pada sesuatu yang baik. Bahkan Rasul shollallahu’alaihiwassalam pun mengajarkan kepada kita saat kita dalam keraguan, untuk meminta fatwa pada hati kita. Mengapa? Karena pada dasarnya fitrah hati kita cenderung kepada kebaikan. Karena itulah, ketika diri ragu saat melakukan sesuatu apakah ini nafsu atau bukan, coba tengok, dan berhenti sejenak, lalu tanyakan pada diri, “Kira-kira apa yang saya lakukan ini Allah ridho atau ngga ya? Kira-kira, apa yang saya lakukan ini bertentangan dengan perintah Allah atau ngga ya?” tanyakanlah secara jujur kepada diri kita, hati kita, dan akui jawaban dari hati kita itu.

Seringkah kita menunda sholat ketika adzan sudah berkumandang (entah dengan sebab apapun)?

Apa yang kita pilih antara mengisi waktu dengan membaca/tilawah ataukah bermain game/surfing internet tanpa ada tujuan yang penting dan jelas?

Mana yang kita pilih antara berangkat kajian/majelis ilmu atau bertelekan di atas kasur yang empuk dan nyaman dan melanjutkan mimpi?

Apa yang kita lakukan saat kita sedang bosan antara menonton film seharian semalaman atau membaca/sekedar mentadaburi alquran?

Atau, ketika berkhalwat dengan lawan jenis dengan media apapun namun diri seolah tak sanggup menolak?

Atau keinginan-keinginan dan keraguan-keraguan lain ketika kita hendak bertindak


Yah, silahkan dinilai dan di ukur masing-masing kebiasaan-kebiasaan/prilaku keseharian kita yang tergolong nafsu keburukan. Saat kita mendapat jawaban dari hati kita, saat itulah, kumpulkan seluruh kekuatan kita untuk melakukan (jika itu kebaikan) atau menghindar (jika itu keburukan/maksiat). Dan kuatkan hal-hal berikut:

1. Ingatlah selalu bahwa Allah senantiasa mengawasi kita
2. Jika diri kita tak mampu sendiri, maka minta bantuan orang lain untuk
membantu kita untuk bermujahadah melawan nafsu keburukan kita. paksa diri kita untuk memilih melakukan kebaikan. Meskipun itu sangaaat berat. Yakinlah ketika kita telah berhasil dalam upaya pertama, maka hal itu akan mendatangkan kekuatan positif pada upaya yang berikutnya.
3. Berdoa kepada ALLAH, mohon kekuatan dan kemudahan dalam melakukan ketaatan, sungguh Allah Maha Menolong hambaNya yang lemah.

Bagi yang telah "melewati" masa-masa mujahadah ini, maka sungguh, tidak pernah ada istilah “merindukan kejahiliyahan kita yang dulu”, NEVER! Katakan TIDAK pada diri kita saat keinginan melakukan kejahiliyahan masa lalu kembali muncul. Ingatlah, bahwasanya Allah telah menyelamatkan kita dari jurang kejahiliyahan. Tidakkah engkau menyayangkan tarbiyah yang sudah engkau jalani? Mungkin bertahun-tahun lamanya? Tarbiyah yang telah membuat menikmati indahnya dien ini sampai sejauh ini? Tidakkah engkau menyayangkan mujahadahmu dalam mengikis habis segala kebiasaan buruk yang pernah ada pada diri ketika kau kembali melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak ALLAH? Jangan pernah kembali, jangan pernah menengok kesenangan kejahiliyahan kita yang lalu, tataplah ke depan, tataplah bahwa Surga sesungguhnya menanti kita, agar kita benar2 menapak naik tangga ketaqwaan kita dihadapan Allah.

Allahu’alam bi shshowab..

Semoga kita senantiasa menjadi orang yang kuat dalam menundukkan nafsu kita dalam ketundukan kepada Allah...menjadi nafsu yang diberi rahmat oleh Allah....

1 komentar: