Rabu, 29 Februari 2012

Pertarungan antara nafsu keburukan dan kebaikan (2)

Setiap kita bisa jadi memiliki masa lalu yang jahil, atau mungkin sampai hari ini masih mengalami masa-masa jahil itu. Apapun bentuk kejahiliyahan itu.. Hei, mudah sekali mengatakan masa lalu ku dan atau masa sekarangku masih jahil? Memang kau tau apa itu jahil?

Ya, masing-masing kita barangkali memiliki penafsiran dan makna sendiri dari kata jahil. Bisa jadi setiap kita memiliki standar sendiri apakah yang ia lakukan ini jahil atau tidak jahil. Lho? Berarti orang suka-suka dong nentuin ini jahil atau tidak?

Bukan, bukan berarti orang bisa ‘suka-suka’ menentukan. Aturan baku sudah ada, itulah aturan ilahiyah yang semuanya sudah terkandung dalam kitab mulia, al-Qur’an dan tuntunan dari sunnah Rasulullah shollallahu’alaihiwasalam. Semisal, kita sudah tau kalau sholat itu wajib, apalagi lebih utama jika dikerjakan di awal waktu, tetapi karena kekuatan nafsu lebih kuat dibantu dengan dorongan godaan setan, maka penundaan waktu sholat lebih kita utamakan sampai-sampai sholat terlewat saking telatnya. Ya, Kita bisa mengukur diri kita sendiri, sudah sejauh apa nilai ilahiyah kita dan masih berapa banyak nilai kejahiliyahan yang kita miliki.

Sekedar memperjelas, Jahil disini maksudnya adalah segala keyakinan, pemikiran, perbuatan, perkataan, kebiasaan dan segala rentetan yang mengikutinya yang tidak sejalan dengan apa yang Allah kehendaki dan perintahkan, cederung memperturut hawa nafsu, yang sangat rentan dengan hembusan godaan setan. Godaan setan sangat rentan dengan segala sesuatu yang berkebalikan dengan aturan Allah. Lha wong ngajak ke neraka.. pasti bertentangan dengan aturan Allah, bukan?

Bisa jadi, kita tau kalau sesuatu itu salah (misalnya), tapi kita masih saja melakukannya. Kita tau kalau sesuatu tak mendatangkan manfaat bahkan cenderung sia-sia, tapi diri ini masih saja melakukannya. Yang namanya berislam, namanya ber-agama, tentulah seyogyanya kita mampu berislam secara kaffah. Tidak setengah-setengah. Para sahabat Rasulullah, begitu dikenalkan Islam, seketika itu pula mereka menanggalkan segala bentuk kejahiliyahan mereka. Ada yang dulu suka minum khamr, ada yang dulu membunuh anaknya, ada yang dulu menyembah berhala, dan seterusnya.

Lantas, apakah semua yang kita lakukan yang berkaitan dengan kesenangan kita itu dikatakan haram? Bisa iya bisa tidak, bisa jadi itu mubah, tergantung perilaku apa, namun dibalik persoalan haram atau tidak haram, satu yang perlu kita timbang, kira-kira Allah suka/ridho tidak dengan apa yang kita lakukan? Atau malah ada sesuatu hal lain yang jauh bermanfaat untuk kita lakukan.
Rasulullah mengajarkan kepada kita dalam sebuah haditsnya,
Dari Abu Hurairah radhiyallâhu'anhu, dia berkata:
“Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Di antara (tanda) kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya".” (Hadits hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya seperti itu).

Bagi mereka yang saat ini merasa hidupnya berubah, menjadi lebih dekat dengan Penciptanya, lantas ia “pernah” bertaubat dan memperbaiki diri atas suatu “dosa”, maka ia pasti tau, bagaimana bentuk kejahiliyahan yang pernah ia lakukan.. seberapa kurang bermanfaatnya perbuatan yang biasa ia lakukan.

Mungkin ada yang dulu sering rajin ke bioskop... entah apa yang ditonton..

Mungkin ada yang dahulu, sering mengidolakan artis tertentu sampai-sampai menempel seluruh dinding kamarnya dengan posternya...

Mungkin ada yang dahulu, sampai berjam-jam tahan membaca komik atau novel... dan sterusnya, dan sterusnya...

“ya gak apa2 dung, toh, saya masih inget solat, saya masih melakukan kewajiban-kewajiban saya sebagai orang islam”

Ya, semua adalah pilihan, pilihan untuk berislam secara kaffah atau setengah-setengah. Karena masing-masing kita akan ada nilai masing-masing pula di hadapan Allah. Nilai sebagai seorang hamba. Disinilah letak betapa berharganya nilai sebuah “hidayah”. Saat Allah ta’ala menggerakkan hati seseorang untuk bertobat, itulah hidayah. Saat Allah ta’ala menunjuki seorang hamba dengan kebenaran, itulah hidayah. Saat seseorang mengetahui, mana yang Allah suka dan mana yang Allah tidak suka, itulah hidayah. Saat seseorang melakukan apa yang Allah suka ketimbang apa yang Allah tidak suka, itulah hidayah. Dan sungguh, hidayah itu sangat mahal harganya, tak semua orang beruntung mendapat nikmat hidayah ini. Dalam alquran, kita diajarkan doa yang sangaat indah:
“Ya Tuhan, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sungguh hanya Engkaulah Yang Maha Pemberi karunia.” (QS. Ali ‘Imron:8).

Maka jangan pernah kita menyiakan hidayah yang sudah kita dapat. Maka bersyukurlah bagi mereka yang sudah ditunjuki kebenaran dan kebersihan prilaku sejak awal. Bersyukurlah yang sejak kecil sudah dikeliingi dengan lingkungan dan ajaran nilai yang baik. Jangan pernah sekalipun ada keinginan untuk mencicipi satu saja dari prilaku jahil, karena sekali mencicipi, sulit untuk berlepas. Sungguh, amat sayang semua tarbiyah hidup yang sudah kau dapatkan sebelumnya.

Dan jangan pernah menyerah bagi yang dahulu pernah melakukan segala prilaku-prilaku jahil, jangan menyerah untuk berlepas diri darinya. Jangan sekalipun memunculkan kerinduan untuk kembali pada perilaku jahil itu. Dan sungguh, Allah Maha Pengampun, dan Penerima Tobat. Tak ada kata terlambat untuk bertobat dan memperbaiki diri selagi nyawa masih bersemayam dalam raga.
Allahu’alam bishshowab..

_yangmasihperlubanyakmemperbaikidiri_

Senin, 27 Februari 2012

Just Story #1 : February, 27th. 2012

Scene 1

Aku berada di sebuah sekolah, semacam sebuah SD islam terpadu. Entah untuk tujuan apa aku berada disana. Aku hanya mengikuti ‘alurku’ saat itu, kalau tidak salah: menjalani semacam PPL/magang mengajar. Aku juga tak tau pasti mata pelajaran apa yang ku ajarkan. Seperti sudah ditunjuki sebelumnya, aku menuju sebuah kelas. Aku pun tak tau pasti itu kelas berapa, hanya dari ciri-ciri murid yang ada disana, mereka berusia se-kelas 5 SD.
Ya, aku berdiri di depan kelas itu, hanya berdiri dan melihat, memantau. Nampak seorang guru laki-laki berada di dalamnya dan melihat ku, lantas ia bertanya: “guru yang magang ya?” tanyanya.
Aku tak menjawab, hanya tersenyum. Karena aku pun bingung menjawab apa. Aku juga tak tau apa yang kuajarkan. Lantas karena aku melihat kelas begitu kacau, aku langsung masuk saja ke kelas itu, menyapa para murid. Ternyata aku masuk di saat kelas hampir berakhir. Namun di menit-menit terakhir tersebut, aku mengajarkan doa penutup belajar. Karena kulihat, doa mereka masih kacau, entah mereka berdoa apa. Lalu ku ajarkan saja doa belajar yang ku ambil dari al Quran, namun, entah kenapa aku begitu sulit mencari ayat tersebut, aku hanya menghafalkan letak bukan nama surat dan nomor ayat. Aku begitu khawatir jika muridku menungguku terlalu lama dalam mencari referensi doa belajar tersebut. Yap, akhirnya ketemu juga. meskipun muridku sudah pada berisik. Namun, nampak dari pertanyaan dan raut mereka, mereka berharap aku mengajar lagi disana. Semoga demikian.


Scene 2

Di sebuah kota, kota dimana aku saat ini tinggal, entah di kota apa itu. Aku lupa sedang melakukan apa dimana. Tetapi, yang ku tau saat itu, ada sebuah berita yang sangat heboh, bahwa Presiden negeri itu (kalau ga salah Pak SBY—maaf pak^^) akan meluncurkan kapal besar baru dalam angkatan pertahanan negara, yaitu kapal marinir. Dan itu akan di launching-kan dengan beredar melewati kota. Dan betapa beruntungnya aku saat itu, tepat di atasku, kapal itu lewat. Kapal bertuliskan “MARINIR”, kapal besar berwarna hijau. Wait, KAPAL? lewat di udara? Bukannya yang namanya Kapal itu di laut? Marinir? Bukannya marinir itu bertugas di laut? Yup, itulah anehnya.. :D
Kapal itu berbentuk kapal selam berwarna hijau army, melintas di udara. Kurang lebih bentuknya seperti ini.




Hehe. Lucu ya? Tak lain tak bukan, mungkin hanya ada di Night Dream. :D



sumber gambar:
http://alutsista.blogspot.com/2008/07/rusia-rencanakan-kapal-induk-dan-kapal.html
http://misteriduniafana.blogspot.com/2011/06/sejarah-kapal-selam.html

Pertarungan antara nafsu keburukan dan kebaikan

Manusia diciptakan oleh Allah dengan dibekali akal dan juga nafsu. Akal yang selayaknya kita gunakan untuk senantiasa mengambil pelajaran atas apa yang terjadi di sekitar kita. Dan nafsu selayaknya kita tundukkan dalam ketaatan kita pada Allah. Namun, nafsu memang ‘liar’. Ia adalah sasaran yang sangat empuk bagi setan, sang penggoda manusia. Setan yang tak ingin sendirian ke neraka, yang sampai akhirat nanti akan terus mengajak manusia menemaninya ke neraka.

Hoh, terdengar seperti di film-film ya.. tapi begitulah kenyataan yang seharusnya senantiasa kita sadari. Melalui nafsu ini, setan mempermainkan manusia agar tidak menaati apa yang Allah perintahkan kepada manusia. Ia menyerang dari berbagai arah pada diri kita, depan, belakang, atas, bawah, kanan dan kiri. Sungguh luar biasa bukan upaya yang mereka lakukan? Hebatnya serangan yang dilakukan setan kepada diri kita seharusnya diiimbangi upaya penjagaan (defense) pada diri kita yang luar biasa pula.

Namun, tak selamanya nafsu itu buruk. Ingat, bahwa Allah telah menciptakan dan membekali kita dengan anugerah nafsu. Nafsu itu yang membuat kita memiliki ambisi dalam hidup. Nafsu itu yang membuat kita mengejar berbagai prestasi yang baik di dunia. Tanpa nafsu, mungkin hidup benar-benar akan menjadi sangat datar. Namun, tetaplah yakin bahwasanya tak selamanya nafsu itu buruk. Dalam Kitab Qur’an yang mulia disebutkan:
Dan aku (Yusuf) tidak menyatakan diriku sebagai orang yang bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong pada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Qs. Yusuf 53).
Dalam ayat yang lain dikatakan bahwa sungguh nafsu itu dapat membawa sebab kita masuk ke syurganya Allah.
Wahai jiwa-jiwa yang tenang (Nafs –al-muthmainnah), kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoiNya. Maka masuklah kedalam golongan hamba-hambaKu, dan masuklah ke dalam surgaKu” (Qs. Al Fajr 27-30)

Eit,, ayat di atas bukanlah ayat pembenaran atas segala yang nafsu kita lakukan. Bukan. Namun secara terang, Allah memberitakan kepada kita bahwa pada dasarnya Nafsu itu selalu mendorong kepada keburukan, KECUALI, nafsu yang diberi rahmat oleh Allah, dialah nafsu yang tunduk pada apa-apa yang Allah kehendaki, inilah nafsu sesungguhnya yang akan membawa kita ke syurga.

Persoalannya adalah bagaimana kita mengatur memenej nafsu kita untuk tetap berada pada jalur yang seharusnya. Ini yang berat.
Kerap kali kita selalu mengeluh. Mengeluh bahwa betapa lemahnya diri ini dalam melawan hawa nafsu. tunggu dulu, memang nafsu yang bagaimana? Perbuatan mana yang sekiranya dikatakan sebagai nafsu keburukan? Yang pasti,fitrah manusia itu cenderung pada kebaikan, pada sesuatu yang baik. Bahkan Rasul shollallahu’alaihiwassalam pun mengajarkan kepada kita saat kita dalam keraguan, untuk meminta fatwa pada hati kita. Mengapa? Karena pada dasarnya fitrah hati kita cenderung kepada kebaikan. Karena itulah, ketika diri ragu saat melakukan sesuatu apakah ini nafsu atau bukan, coba tengok, dan berhenti sejenak, lalu tanyakan pada diri, “Kira-kira apa yang saya lakukan ini Allah ridho atau ngga ya? Kira-kira, apa yang saya lakukan ini bertentangan dengan perintah Allah atau ngga ya?” tanyakanlah secara jujur kepada diri kita, hati kita, dan akui jawaban dari hati kita itu.

Seringkah kita menunda sholat ketika adzan sudah berkumandang (entah dengan sebab apapun)?

Apa yang kita pilih antara mengisi waktu dengan membaca/tilawah ataukah bermain game/surfing internet tanpa ada tujuan yang penting dan jelas?

Mana yang kita pilih antara berangkat kajian/majelis ilmu atau bertelekan di atas kasur yang empuk dan nyaman dan melanjutkan mimpi?

Apa yang kita lakukan saat kita sedang bosan antara menonton film seharian semalaman atau membaca/sekedar mentadaburi alquran?

Atau, ketika berkhalwat dengan lawan jenis dengan media apapun namun diri seolah tak sanggup menolak?

Atau keinginan-keinginan dan keraguan-keraguan lain ketika kita hendak bertindak


Yah, silahkan dinilai dan di ukur masing-masing kebiasaan-kebiasaan/prilaku keseharian kita yang tergolong nafsu keburukan. Saat kita mendapat jawaban dari hati kita, saat itulah, kumpulkan seluruh kekuatan kita untuk melakukan (jika itu kebaikan) atau menghindar (jika itu keburukan/maksiat). Dan kuatkan hal-hal berikut:

1. Ingatlah selalu bahwa Allah senantiasa mengawasi kita
2. Jika diri kita tak mampu sendiri, maka minta bantuan orang lain untuk
membantu kita untuk bermujahadah melawan nafsu keburukan kita. paksa diri kita untuk memilih melakukan kebaikan. Meskipun itu sangaaat berat. Yakinlah ketika kita telah berhasil dalam upaya pertama, maka hal itu akan mendatangkan kekuatan positif pada upaya yang berikutnya.
3. Berdoa kepada ALLAH, mohon kekuatan dan kemudahan dalam melakukan ketaatan, sungguh Allah Maha Menolong hambaNya yang lemah.

Bagi yang telah "melewati" masa-masa mujahadah ini, maka sungguh, tidak pernah ada istilah “merindukan kejahiliyahan kita yang dulu”, NEVER! Katakan TIDAK pada diri kita saat keinginan melakukan kejahiliyahan masa lalu kembali muncul. Ingatlah, bahwasanya Allah telah menyelamatkan kita dari jurang kejahiliyahan. Tidakkah engkau menyayangkan tarbiyah yang sudah engkau jalani? Mungkin bertahun-tahun lamanya? Tarbiyah yang telah membuat menikmati indahnya dien ini sampai sejauh ini? Tidakkah engkau menyayangkan mujahadahmu dalam mengikis habis segala kebiasaan buruk yang pernah ada pada diri ketika kau kembali melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak ALLAH? Jangan pernah kembali, jangan pernah menengok kesenangan kejahiliyahan kita yang lalu, tataplah ke depan, tataplah bahwa Surga sesungguhnya menanti kita, agar kita benar2 menapak naik tangga ketaqwaan kita dihadapan Allah.

Allahu’alam bi shshowab..

Semoga kita senantiasa menjadi orang yang kuat dalam menundukkan nafsu kita dalam ketundukan kepada Allah...menjadi nafsu yang diberi rahmat oleh Allah....