Selasa, 12 Januari 2010

Belajar husnudhon sama Allah yuk...!

Saya mendapatkan cerita dari seorang Ustadz, beliau dari seorang al-akh Ash-sholih, diriwayatkan bahwa:

Suatu ketika ada seorang ayah dan anak yang memiliki kuda yang sangat bagus sedang pergi ke sebuah kota. Dalam perjalanannya mereka bertemu dengan orang2, mereka berkata, “wah, Anda sangat beruntung memiliki kuda yang sangat bagus..”.

Sang ayah berkata, “Wallahua’alam, apakah ini anugerah ataukah musibah, saya hanya berhusnudhon kepada Allah, yang penting Allah ridho atas ini.”

Lalu sang ayah dan anak pun melanjutkan perjalanan lagi. suatu ketika di suatu tempat, kuda itu hilang, entah kemana. Lalu orang2 berkata kepada ayah dan anak tadi, “innalillah, sayang sekali kuda sebagus itu hilang..”

Sang ayah berkata dengan jawaban sama di awal, “Wallahua’alam, apakah ini anugerah ataukah musibah, saya hanya berhusnudhon kepada Allah, yang penting Allah ridho atas ini.”

Kemudian, tak lama setelahnya, kuda itu kembali kepada pasangan ayah dan anak tersebut. Lantas, orang2 berkata kembali kepada keduanya, “syukurlah, kuda yang bagus ini kembali pada kalian..”

Masih dengan jawaban yang sama, Sang ayah menjawab, “Wallahua’alam, apakah ini anugerah ataukah musibah, saya hanya berhusnudhon kepada Allah, yang penting Allah ridho atas ini.”

Waktu pun berlalu, Suatu ketika, terjadi peperangan antar sesama muslim, dan pemerintahnya memerintahkan wajib militer bagi seluruh laki2 di negeri tersebut. Suka tidak suka, mau tidak mau, semuanya harus mengikutinya. Pada saat yang bersamaan, si Anak dari Sang Ayah ini sakit, sehingga tidak memungkinkan untuk ikut berperang. Kemudian orang2 berkata kepada mereka berdua, “wah, kamu beruntung, tidak terlibat dalam perang yang paling tidak diinginkan ini, yakni perang sesama muslim”

Sang ayah maupun si anak menjawab dengan hal yang sama, “Wallahua’alam, apakah ini anugerah ataukah musibah, saya hanya berhusnudhon kepada Allah, yang penting Allah ridho atas ini.”

Peperangan antar sesama muslim pun terjadi, mereka tidak ikut berperang..
Waktu berlalu. Kemudian peperangan kembali berkobar, kali ini bukan peperangan sesama muslim, tetapi perang dengan orang2 kafir, para musuh Islam. Dan kali ini pun, sang Ayah dan Anak ikut berperang. Di medan itu, mereka berdua syahid, terbunuh oleh musuh islam.

Melihat hal ini, orang-orang berkata, “innalillah, mereka telah meninggal”.

Dan dengan meninggalnya mereka, tak ada lagi yang mengatakan “Wallahua’alam, apakah ini anugerah ataukah musibah, saya hanya berhusnudhon kepada Allah, yang penting Allah ridho atas ini.”, tak ada lagi statement khas dari mereka berdua.

Namun, orang-orang sangat yakin dan berkata, ”Pastilah mereka berdua syahid di jalan Allah..”

.END.

Subhanallah….
Sosok sang ayah dan Anak dalam cerita tersebut adalah sosok yang tidak pernah mengeluh, tak peduli, apakah itu dikatakan musibah ataukah anugerah yang menimpa mereka, yang mereka fikirkan dan kedepankan hanyalah husnudhon kepada Allah dan Ridho Allah atas mereka. Karena setiap apa2 yang menimpa mereka, pastilah itu sudah Allah tetapkan atas mereka. Lantas….
Sudahkah kita mengutamakan husnudhon kepada Allah dan ridho Allah atas kita, atas dakwah2 yang kita lakukan, atas ujian2 yang diberikannya….?
Allahua’lam bishshowab..

semoga kita bisa memetik hikmah dari kisah ini. konon, kalo ga salah, kisah ini terjadi pada zaman setelah kulafaur rasyidin (umayyah/habasyah/abasiyyah??)
jika ada rekan2 yang pernah mengetahui kisah ini dan ada yang keliru dari cerita di atas, mohon pemberitahuannya..^^

Senin, 11 Januari 2010

Menempuh Perjalanan Hakiki, Stasiun-stasiun dalam hidup (part one)

(from akhlak lesson 8.1.10 by ust.Syatori Abdurrouf with improvisation)

Pernah denger istilah Rihlah?

Pernah rihlah?

Kira2 Menyenangkan apa ga menyenangkan rihlah itu?

Hayook..yang jawab acung tangan..!^^

Ya, insya allah kita semua sudah mengenal kata ini, bagi yang belum, rihlah itu bisa diartikan sebagai perjalanan, biasanya ke tempat yang berbeda dari biasanya. Ngapain? untuk refreshing, menyegarkan fikiran2 kita dari segala kepenatan rutinitas, amanah, kerjaan, dlsb. Kalo bahasa populisnya-rekreasi dah. Nah, pastinya menyenangkanlah ya..

Yak, rihlah pastinya macem2 dung, dari tempat, jenis, sampe tujuan. Tapi, sejatinya rihlah-yang kita lakukan adalah rihlah menuju ALLAH ‘azza wa jalla.
Perjalanan kita menuju Allah SWT ibarat Grafik dinamis, tidak lurus, namun bergelombang, tapi terus naik bergerak keatas. ada kumpulan titik2 yang terhubung membentuk garis grafik tersebut, lalu ada titik kulminasinya (bahasa matematikanya: titik maximum or minimum, nah LOo?) yang menandakan bahwa ada perubahan gradient grafik tersebut. (wiss, ribet banget, yooo kayak ngono kui lah..)

Nah, pun ibarat kita melakukan perjalanan, missal nih JOGJA –JAKARTA, naek kereta api dari stasiun Tugu Jogja sampe Stasiun Gambir. Pastinya ketika ketika kita pergi ke Jakarta, kita akan beberapa kali berhenti pada banyak yang namanya: STASIUN. Begitu pulalah dalam kehidupan kita. Perjalanan panjang ini akan amat sangat melelahkan ketika kita teruus berjalan tanpa henti. Karenanya dibutuhkan lah stasiun pemberhentian dalam hidup menuju Allah Swt.

Apa aja stasiun tersebut?

1) STASIUN 1: Mengenal kekurangan diri

Setiap kita pasti memiliki kekurangan diri, karena jelas, tidak ada manusia yang sempurna-yang terbebas dari kesalahan, kecuali Rasulullah saw. Disadari tidak disadari, Seringnya kita terlalu sibuk dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang lain, mengkritisi apa yang dilakukan oleh orang lain. Masih bagus kalau kita memberikan nasihat kepadanya, yang ada bahkan kita malah menghina dan mencela apa yang menjadi kekurangannya. Namun, sudahkah kita melihat pribadi kita sendiri?
Sesungguhnya, barang siapa yang mengenal kekurangan dirinya, niscaya ia tidak akan sempat mengenal kekurangan orang lain.
Dengan seseorang yang mengenal kekurangan pibadi, niscaya pula, kita akan semakin bersyukur dan semakin dekat kepada allah, karena, DIAlah yang menciptakan diri ini.

2) STASIUN 2: Taubat nasuha.

wahai, orang-orang yang beriman!
Bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya (taubat nasuha), mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai….”

(Qs. At-Tahrim 8)

Hayooo….. sudahkah kita bertaubat hari ini? Bahkan Rasululllah pun-yang ma’shum, terbebas dari kesalahan, ‘masih’ beristighfar kepada Allah minimal 100 x perhari… sedang kita? Hm,hm,hmmm… astaghfirullahal’adhim… semoga kita senantiasa diingatkan akan kesalahan2 yang kita lakukan dalam sehari-harinya.
namun, jika kita sudah merasa selalu bertaubat, maka, yang perlu kita cermati adalah, Taubat jenis apakah yang kita lakukan selama ini?

TAUBAT NASUHA-kah….?

Atau…

TAUBAT SAMBAL …?

Btw, kenapa dikatakan taubat sambal ya??
Begini kawan2,
Coba deh, bayangin, kalo kita makan sambal, dan buannyak sambalnya, apa yg bakal kita rasain??
Kepedesan bukan?? Nah, tapi pedes2 gitu, ketika kala berikutnya, kita masih tetep pengen sambel lagi, lagi dan teruss, …. Begitu seterusnya. Padahal kita tahu sambal itu pedas, tapi kita masih tetap ingin sambal lagi. Sambal dan pedas membuat kita semakin ingin lagi dan lagi…
Nah, Begitu pula dengan maksiat dan taubat, kita tau, kita sadar, kalo suatu perbuatan itu salah, ok, kita menyadari itu dan ‘menyesal’, tapi kemudian kita masih teruuuuss kembali melakukan maksiatnya.. astaghfirullah..
Inilah yang dinamakan an-nafsu al-lawwamah (jiwa yang selalu menyesal, masih mudah dikalahkan oleh hawa nafsu).


Lalu, ada Taubat nasuha, ya, inilah taubat yang sebenarnya dan seharusnya.. ketika kita menyadari-lalu menyesali kesalahan yang telah kita buat-maka seharusnya kita berupaya sekuat-kuatnya untuk tidak mengulangi kesalahan/dosa itu lagi. Ketika kita mampu menahan nafsu kita untuk bermaksiat dikala setan menggoda, serta seketika mengalihkan diri kita kepada aktivitas kebaikan karena takut kepada Allah dan menyadari pengawasanNya, maka inilah yang disebut sebagai an-nafs al-muthmainnah (nafsu yang tenang, yang sudah tunduk dalam ketaatan dan ma’rifah kepada Allah swt).

Namun apa daya, setan masih ada, ia terus menggoda kita untuk kembali terperangkap pada lubang perangkapnya.. hufhh, hasya allah. Karenanya, kita harus senantiasa memohon perlindungan dari Allah..

Ya allah, lindungilah kami dari cerdiknya godaan syaitan yang menggoda, serta berilah kami kekuatan untuk menjaga diri kami dari maksiat saat sendiri maupun ramai. .amin.

Hanya hamba-hamba Allah yang IKHLAS-lah yang hanya bisa terlindung dari godaan setan…
Pertanyaan sekarang.. sudahkah kita menjadi hamba yang ikhlas??
..mari perbaharui keikhlasan kita dalam beramal, hanya untuk agar Allah ridho kepada kita.

“ dan barang siapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Dan barang siapa berbuat dosa, maka sesungguhnya dia mengerjakannya untuk (kesulitan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”
(Qs. An-nisaa’ 110-111)



“wahai, orang-orang yang beriman!
Bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya (taubat nasuha), mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan sebelah kanan mereka, sambil berkata, ‘ Ya Tuhan kami,sempurnakanlah untuk kami cahaya kami, dan ampunilah kami; Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu’.”
(Qs. At-Tahrim 8)



Allahu’alam bishshowwab.

To be continued..

opening..

alhamdulillah..

akhirnya blog ini lahir. semoga bisa menjadi sarana berbagi ilmu, hikmah, mimpi, semangat, tadzkiroh untuk kita semua, untuk mendekatkan diri kita pada Allah swt, sehingga mampu berdampak nyata pada implementasi ketaatan kita menuju (kembali) kepada peradaban islam. Allahu akbar!