Sabtu, 21 April 2012

Tentang sebuah dedikasi..


Belakangan ini, aku merasa beberapa forum yang aku temui menyebut-nyebut soal dedikasi. Entah di kampus, di radio, di televisi, dan juga di rumah. Dalam fenomena-fenomena yang kutemui, pun tak sadar aku menyebut itu sebagai dedikasi. Aku jadi tergilitik untuk membuat sebuah catatan mengenai dedikasi.

Apa itu dedikasi?

Suatu ketika, aku hendak pulang kerumah, di tengah hujan yang cukup deras di sore hari, aku menyempatkan mampir ke kampus ku untuk suatu keperluan. Di sana aku melihat, 2 orang bapak bapak masih setia berjaga di portal masuk dan keluar. Di bawah hujan. Mereka hanya berlindung di bawah pepohonan di portal tersebut. Aku menyebutnya, “itulah dedikasi.”

Seorang karyawan di ruang studioku begitu bersabar menunggu selesainya jam kantor, meskipun ia harus melakukan sesuatu entah apa untuk membunuh kebosanan menunggu jam kantornya selesai. Terlepas dari seberapa ga penting hal yang ia lakukan untuk membunuh kebosanannya itu. Aku menyebutnya, “itulah dedikasi”

Seorang dosen menunggu para mahasiswanya datang ke kelas perkuliahannya, rela menunggu30 menit, 45 menit, atau bahkan sampai waktu perkuliahannya selesai, agar ia tidak benar2 makan “gaji buta”, karena ia sudah dibayar oleh uang rakyat. Aku menyebutnya, “itulah dedikasi.”

Seorang pemuda, rela di tempatkan di mana saja untuk mengajar daerah tertinggal, walau ia tak mendapat gaji. Ia melakukan itu semua, hanya demi, upaya mencerdaskan bangsa ini. Aku menyebutnya, “itulah dedikasi.”

Seorang guru ngaji tetap datang, bagaimanapun kondisi cuaca, seberapa sedikit murid yang datang, walau hanya ada 1 murid yang datang, atau bahkan, meskipun ia tidak dibayar, ia tetap datang mengajar. Karena murni dari hati, ia ingin mengajarkan ilmu qur’an kepada mereka yang belum faham akan qur’an... ia tak berharap balas dari muridnya, namun, ia meyakini segalanya akan dibalas, oleh yang ‘di atas’. Aku menyebutnya, “itulah dedikasi”

Dan mungkin... masih ada contoh-contoh lain dari sepersekian fenomena yang kita temui dalam hidup ini. Mungkin contoh ini tidak hanya satu, tapi bisa jadi terbilang sedikit. Artinya, mungkin jarang orang yang saat ini masih memliki dedikasi tinggi dengan pekerjaannya. Masih memegang prinsip dalam pekerjaannya.

Aku tak ingin mencela pemerintah, atau para pejabat2 negeri ini yang sedang bertandang di atas sana, karena pun aku menyadari belum punya kafaah disana. Namun, kerap kali muncul banyak tanya di benakku, kemana dedikasi mereka sebagai “pelayan rakyat”? betapa, masih teganya mengambil uang negara untuk kepentingan pribadi, di tengah keadaan rakyat yang masih kekurangan sana sini. Mungkin masih tidak akan habisnya tanya itu untuk saat ini. Yang ada, bagaimana kita mampu mengaktualisasi diri sesuai dengan kafaah yang kita miliki tuk sedikit demi sedikit memperbaiki keadaan bangsa ini. Sedikit, demi sedikit. Sesuai apa yang kita bisai.

Yah, itulah sebab, mengapa “dedikasi” cukup jarang dapat ditemui.. ketika sebuah pekerjaan bertemu dengan kebutuhan yang akhirnya memunculkan sebuah kepentingan. Ketika pekerjaan atau jabatan hanya diselimuti balasan/upah ansich, tanpa ada prinsip hidup yang menyertainya. Ketika segala sesuatunya bertemu dengan kebutuhan untukdapat bertahan hidup...”asal saya dapat uang”. Maka, dipastikan... dedikasi akan semakin menghilang...


Dedikasi, memang tak mudah. ia akan muncul karena dua hal.

Yang pertama, ketika seseorang memiliki prinsip hidup dan prinsip kebenaran dalam dirinya. Karena dedikasi lahir, dari sebuah prinsip, bukan kepentingan. Barangkali, sebagian ada yang mengatakan “kebenaran itu relatif”. Maka saya mengatakan, “Tidak, kebenaran itu MUTLAK. Kebenaran itu datang dari Tuhan. Kebenaran itu adalah nilai-nilai ilahiyah (ketuhanan). Dan nurani seorang manusia pastinya akan mengarah pada kebenaran, sekalipun jiwa dan ucapnya dibantu oleh logikanya menafikan kebenaran itu. So, mintalah fatwa kepada hatimu, itulah pesan rasululloh kepada sahabatnya, dan pastinya kepada kita pula. Karena hati, tidak akan pernah dusta, karena hati, akan selalu mengarah pada fitrah kebenaran, karena hati, ada pada genggaman Robb al Kholiq... :)

Yang kedua, ketika seseorang telah mencintai pekerjaannya. Dimana dasar cinta itu ber landas pada sebuah kata “pengabdian”. Pengabdian kepada perusahaahnnya, pengabdian pada almamaternya, pengabdian pada institusi tempat ia bekerja...dan sebagainya dan sebagainya.. dan tentunya, pengabdian paling mulia dan hakiki adalah pengabdian kepada Robbnya. Saat seorang telah cinta pada pekerjaannya dengan landasan yang hakiki tadi, yakinlah, selama apapun ia bekerja, meski sedikit upah yang ia terima, ia tidak akan pernah lelah, karena ia hanya berharap pada satu-satunya Dzat yang sanggup memberi balas...

Opiniku terakhir soal “dedikasi” pada bagian ini adalah,bagiku, “dedikasi” memilik makna yang hampir sama dengan kata “militansi”, dengan nada kata yang lebih soft. I think. Barangkali, kata “militansi” bagi para sebagian aktivis dakwah, menjadi satu kata lecutan pembangkit semangat gambaran seorang kader yang ideal. Tapi... nampaknya itu hanya berefek di masa yang dulu, saat dakwah awal-awal mengemuka di negeri ini. Namun sekarang, kata”militansi” tidak begitu “populer lagi” untuk menjadi gambaran aktivis ideal. Mungkin saatnya kata “militansi” diganti dengan “dedikasi” tuk kembali melecut semangat aktivis tuk terus bergerak dan berkarya di bidangnya. End.

Then... Haa.. aku menjadi geli sendiri menulis tentang dedikasi, di tengah diriku sendiri sedang penat dengan pekerjaanku saat ini. Mungkin, itulah mengapa, Allah menskenariokan orang-orang dan juga fenomena yang aku temui di sekitarku, untuk menyampaikan pesan dan semangat kepadaku soal “dedikasi”....yappari..


anyway, thanks Allah... You Teaches me with your obvious ways..


semoga manfaat...


*ditengah ke-muakan-ku dengan studio

Jumat, 20 April 2012

Just Story #April. 19. 2012. Sepotong Mimpi di sore yang basah...

Hi! :)

enjoy the new story..

Entahlah, aku juga tak begitu mengerti apa yang terjadi dan mengapa... Hari itu, aku sangat penat di tempat kerjaku hari ini. Such a bored and dizzy. Saat itu aku tak sanggup meneruskan pekerjaanku. Kepalaku begitu berat. Aku bukannya mengantuk. Tidurku cukup tadi malam. Meskipun tetap bisa dikatakan larut. Mungkin anemia, mungkin juga tidak. Entahlah, rasanya kepalaku tidak mau diajak kompromi saja untuk meneruskan pekerjaan itu. Guratan Garis-garis di hadapanku membuatku sungguh penat. Padahal, rekan-rekan kerjaku begitu tekun untuk segera menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan itu. Lantas aku? Hey, what’s going on? Ah, tak taulah... saat itu aku memilih tuk membenamkan kepalaku di meja, berbantalkan tanganku sendiri. Aku tidur. Sesaat kemudian, aku berusaha mengangkat kembali kepalaku, tapi, berat. Sangat berat. Dan ku benamkan kembali kepalaku di meja di hadapanku. Sesaat lagi, ku coba angkat lagi kepalaku. Lagi-lagi, berat. Berulang kali ku coba angkat kepalaku, tapi tetap saja aku tak sanggup, dan aku memutuskan untuk sedikit lebih lama menikmati pilihanku tuk tidur sejenak. Yah.. sampai akhirnya tanganku, tubuhku mulai bereaksi, tanganku semutan. Aku bangun, kulihat jam dinding di ruang kerjaku. Pukul 14.25. nampaknya aku tidur cukup lama dari biasanya. Sekitar 40 menitan. Lama, untuk ukuran tidur sesaat di ruang kerja. Biasanya hanya 5 menit. Oh, ya allah... pekerjaanku yang masih banyak... Aku memijit-mijit tanganku yang masih kaku dan semutan—bermaksud tuk melanjutkan pekerjaanku, wajar, mungkin aliran darahku menjadi tak lancar karena ku jadikan bantal. Dan tiba-tiba, temanku datang. Ia yang sudah bekerja di tempat yang cukup bonafit. Dulu ia juga pernah bekerja di studio itu. Berkunjung kesini, menghampiri rekan kerjaku yang duduk tepat di hadapanku. Sudah lama aku tak melihatnya. Melihatku, Dia menyapa “hey rin...”. refleks saja ku jawab seriang mungkin, “hey, bi..!” aku tak tau bagaimana tampang “bantal”ku saat itu. Haha. Hah, aku tak peduli. Tapi rasanya senang, ada teman yang berkunjung ke ruang kerja, dan mau menyapaku. Meksipun, aku juga bukan tujuan utama orang yang ingin ia temui. Secara, aku bukan siapa-siapa di tempat kerjaku. Bahkan, mungkin orang tidak menganggapku ada, :)


Mungkin, karena itulah, aku senang saat ada yang menyapaku di sana.. :D

Ya.. waktu kian merangkak. Waktu kerjaku saat itu sudah hampir usai. Kantor sudah akan tutup. Hh... betapa cepatnya waktu, minggu ke-3 sudah akan usai. Tidaaak...yah, Masing-masing kami harus menyelesaikan proyek hanya dalam waktu 2 bulan. Tuhaan... bantu aku...

Aku mengemasi barang-barangku untuk pulang. And completly, handphone ku mati, habis batere.. Setelah menandai presensi pulang kerja, aku menuju kendaraanku, yang kuparkir di kantor tetangga, Perusahan B- EM, ya, kantor yang dulu aku sempat magang disana selama 2 tahun. Sambil berdoa, Ya allah, smoga di kantor itu tidak ramai orang... aku tak begitu ingin bertemu dengan orang ku kenal saat itu. Great. Dipan kantor itu, sepi, orang-orangnya sedang bercengkrama di dalam kantor. Ya aku segera menghidupkan motorku, tapi tak terburu-buru... sambil aku memikirkan, mau kemana ya aku... rasanya tak ingin segera pulang. Saat itu aku malah bingung. Perutku lapar. Ku putuskan tuk mengisi perutku terlebih dahulu, di warung masakan Aceh, entah kenapa sedari kantor tadi, aku ingin makan disana. Biasanya sih, sepulang kantor aku selalu mengunjungi Gedung Lengkung yang tak jauh dari kantorku. Tapi, perutku nampaknya segera perlu dipenuhi hajatnya. Yup, ku tancap gas menuju warung masakan aceh. Dan sambil memikirkan, habis makan, mau apa, dan kemana... ah, yang penting makan dulu. Perkara habis makan, nanti mau kemana , gampang... Gruuunng....

Aku memang sedang ingin menikmati kesendirianku. Haha. Entahlah, mungkin terlihat aneh. Seorang perempuan, makan di tempat, sendirian. Biasanya, kalau tidak sama pacarnya, Ia makan dengan teman2nya. dan kalau sendiri, ia cenderung memilih untuk membungkus makanannya. Ya.. tapi tidak selamanya begitu... :)

Agak nekat juga sih, memilih makan di tempat itu, karena makan disana untuk ukuran mahasiswa , paling tidak membutuhkan uang sperti di saat-saat awal bulan sampai pertengahan awal... tapi... entah hawa nafsu/bukan, aku sedang ingin makan di tempat yang agak jauh, tidak begitu ramai, dan aku bisa berdialog banyak dengan diriku. Dan aku memilih disana. Kurasa, bujet keuanganku saat itu masih cukup untuk memesan 1 porsi makanan dan minuman.

Yah, aku mengambil daftar menu dan nota. Sebelum menulis pesanan, aku benar-benar memastikan, apakah uang di dompetku cukup untuk makan 1 porsi saat itu. Alhamduilllah, cukup. (meskipun nekat). Yak, Langsung kutulis pesanan, mie aceh daging dan es teh. Kuberikan pesanan itu ke salah seorang waiter. Sambil menunggu, penginnya sih bisa meneruskan pekerjaan kantor yang masih jauh dari selesai itu. Tapi.. menghidupkan laptop di tempat makan, rasanya gimana gitu.. hmm... akhirnya, kuputuskan untuk mengeluarkan notes jurnal kantorku. Aku memilih untuk mensketsa, rancangan siteplanku nanti bagaimana.. sambil menikmati hiruk pikuk kendaraan di sore hari yang ramai, karena saat itu, orang2 pada pulang dari kantornya. Begitulah... hiruk pikuk dunia yang seolah “tak pernah” ada habisnya. ga lama, makanan datang. Then, kusimpan lagi notesku. saatnya makaaaan..

Selesai makan, bayar di kasir, ke parkiran, aku kembali berfikir.. hmm.. habis ini, kemana ya... aku ingin ke suatu tempat dimana pandanganku bisa luas disana.. ah, Got u! ke maskam saja ah, aku ingin memandang lurus ke arah kolam maskam, sepertinya menyegarkan. Dan semoga inspirasiku bisa keluar disana. (maskam=masjid kampus)

Sampai di maskam, menuju kolam. Tidak begitu ramai. Syukurlah. Aku memilih duduk di tangga pintu masuk masjid bagian timur. Segarnya... langit tak begitu panas, sedikti berawan. Meskipun air mancur kolam sedang tidak dihidupkan. Hmm.... ingin menghidupkan laptop, tapi... ah, aku mengambil jurnal kantor ku saja, melanjutkan rancangan siteplanku yang tadi... meskipun stuck dengan siteplan itu, tapi aku senaaang... tetap ku paksa agar ide itu keluar...

Disana, ada 2 oang laki2 sedang bercengkrama di pinggiran kolam—sepertinya mereka mahasiswa... ada seorang bapak dan 2 anaknya—menyuapi salah seorang anaknya yang masih berumur sekitar 3 tahun... 2 orang perempuan yang juga sedang asyik mengobrol di tangga gate lengkung timur maskam... ada yang lalu lalang juga... Ah..menikmati sore yang damai.. menikmati mengamati kehidupan manusia...lama sekali aku tidak melakukan ini.. lamaa sekali.. setelah sekian lama berkutat dengan rutinintas kesibukan... mencoba menulusuri kehidupan mereka dari jauh... oh, hidup....

Craas... air mancur hidup, semakin menambah suasana damai dan harmonis sore itu... senangnya.. dan tiba-tiba anak-anak kecil berhamburan, sepertinya anak-anak TPA.... mereka mendatangi air mancur, berteriak-teriak, berlarian kesana kemari, mencoba menghidupkan keran air.. subhanallah.. tingkah mereka... melihat anak kecil memang membahagiakan, anak manusia yang belum punya beban.. sampai seorang pemuda mendatangi mereka, sepertinya ia “pengasuh” anak-anak itu.. pemuda kurus tinggi berbaju batik.. mencoba menghalangi mereka, berteriak memanggil nama si anak—mencegah mereka dari berlarian terlalu jauh, mencegah salah seorang anak menghidupkan keran, mencegah tingkah2 anak yang menurutnya nakal dan berbahaya... ia kelimpungan... huhu...lucu sekali.. aku menyembunyikan tawaku sambil melanjutkan sketsa siteplanku.. (jangan sampai aku ketahuan ketawa2 sendiri). sesekali melihat lagi tingkah pemuda dan anak-anak itu.. dan si pemuda menggendong salah seorang anak, sepertinya karena tingkah si anak ini mengkhawatirkan si pemuda tadi.. eh, ternyata salah seorang anak yang lain menangis, merasa ga rela temannya di gendong sedang ia tidak. Si pemuda mencoba menghibur si anak yang iri tadi sambil tetap menggendong anak yang lain. Tapi si anak tetap menangis, protes... haha.. nampaknya si pemuda ingin menggendong keduanya, tapi karena badannya yang kurus, nampaknya ia merasa tidak sanggup menggendong ke-2nya sekaligus. Akhirnya samar-samar aku mendengar, ia berkata ”raihan tunggu ya.. mas gendong adek kesana dulu, ntar mas balik lagi.gendong raihan” sambil berlalu pergi ke “basecamp” mereka... si anak masih ga rela, dan mengejar si pemuda tadi sambil tetap menangis. Dengan berlalunya pemuda tadi, anak- anak lain mengikutinya.... ah, bahagianya... dan aku kembali dengan sketsa siteplanku.. tiba-tiba.. tesss.. setetes air mengenai buku jurnalku, lalu ku lihat ke langit, perlahan tetes-tetes itu semakin banyak. Langit pun semakin gelap, mendung... Hujan perlahan mulai turun... ah, awalnya, aku ingin menghabiskan soreku disana.. yak, tak apa, aku segera berkemas, berjalan santai ke parkiran. Aku masih belum mau pulang kerumah, ingin mengeluarkan mantel hujan, tapi, nampaknyahujan ini hanya sesaat. Aku memutuskan untuk tidak menggunakan mantel, meksipun aku membawanya dalam bagasi motorku. Gruuung.. aku pergi dari maskam. Ah, where should i go to?

Sambil mengendarai, Aku menikmati rintik hujan yang menerpaku saat itu. Aku ingat, kata-kata seorang ibu tukang bekam saat aku berobat kesana, dan aku bertanya kepadanya, kenapa kehujanan bisa bikin sakit, dan beliau menjawab “Kalau hujan dan kamu kehujanan, justru niatkan hujan itu sebagai ruqyah, obat.. karena hujan itu rahmat dari Allah..” subhanallah, aku menjadi teringat lagi kata-kata salah seorang ustadz saat itu, kalau setan takut dengan hujan.. makanya hujan itu salah satu ruqyah... yup, bismillah, kuniatkan kehujananku saat ini untuk ruqyah, semoga setan dan jin dalam tubuhku yang kerap membuatku malas, marah,dengki, dan kawan2nya, segera pergi dari tubuhku.. grrung.. kulanjutkan lagi perjalananku. Eh, tapi kok, makin deras ya... hadeh, ya sudah deh, aku pakai mantel saja. Ku pinggirkan motorku, aku berhenti untuk mengenakan mantel. Ada 2 jenis mantel di bagasiku, yang besar (yang ini pasti melindungi dari basah) dan yang potongan (rok-atasan). Kuputuskan untuk mengenakan potongan yang atasan saja,.. grruuung, kulanjutkan lagi perjalananku. Santai. Sampai di lampu merah, aku berhentisejenak. awalnya akuhendak berbelok ke utara, ke arah jalan pulang. Tapi.. Ah, kemana ya habis ini.. kutimbang lagi putusanku.. kutatap langit. langit sore ini masih begitu indah untuk dinikmati dan ditafakuri, tidak sepenuhnya mendung, tapi masih ada berkas sinar di salah satu sudut langitnya... kuning- pucat kecoklatan... ups lampu merah akan segera berganti menjadi hijau, duh kenapa aku mengambil posisi di kanan... dan saat lampu hijau, saat itu pula aku merubah arahku, nekat akhirnya buru-buru aku ambil jalan lurus (ke barat), huffh... untungnya di sebelah kiriku tidak ada yang hendak belok ke utara,... dan.. kemana habis ini..? hmm, nampaknya menikmati sore di kompleks kantorku cukup tepat... yak, ku putusakan kesana saja, ke kompleks Engineering Company, tepatnya ke lapangan basketnya, pasti disana tak ada orang, hujan begini.. hampir sampai, bapak dan mas penjaga portal masih setia berjaga di tempatnya, subhanallah. Sesore dan sehujan begini... yah, mungkin inilah yang namanya dedikasi. “Semangat pak!” supportku dalam hati. Melewati portal, aku berbelokmenuju lapangan basket yang terletak agak di bawah, tak telalu terlihat. Tapi... ternyata ada beberapa orang sudah ada disana... yah, ya sudah deh.. aku hanya berhenti di pakirannya, tepatnya di bawah pohon. Duduk di atas motor. Nampaknya orang yang ada di lapangan basket mengetahui keberadaanku. Aku menganggap diriku seolah sedang menunggu seseorang. Tapi.... ah, nggak banged.

Hmm.. mencoba menikmati hujan dan sore disana.. hanya 5 menit bertahan. Not comfort. Akhirnya aku beranjak dari sana. Memilih mengitari kantor pusat Engineering Company lalu keluar dari kompleks.... Lalu, kemana....?

Aku benar-benar ingin menikmati sore itu, di bawah hujan. Meski rok-ku sudah kuyup. Hampir saja kuputuskan untuk pulang.. tapi...sesaat hendak berbelok ke timur—mengambil arah jalan pulang, sesaat itu pula aku merubah haluan, aku berbelok ke barat. Eleuh-eleuh.. betapa cepatnya aku merubah keputusan. Yap, aku menyusuri selokan. Hendak mengambil putaran ke arah gedung lengkung... tapi, hmm... aku tersenyum. Yatta! Aku menemukan spot sebelum aku berputar ke arah gedung lengkung. Jembatan. Senangnya, sepi. Hanya ada sebuah mobil bertuliskan “maicih” di seberang jalan di jembatan itu. Biasanya di sore hari, tempat ini sering dikunjungi orang2 yang pacaran.

yak.. aku meminggirkan kendaraanku. Beranjak dari motorku dan mendekat ke pinggir jembatannya.... dan... hooo, so kawaaai.. subhanallah... suasana yang mungkin tak kudapatkan di waktu yang lain, kesempatan yang mungkin tidak akan datang kedua kali.... aliran sungai mengalir, pohon-pohon dipinggirannya, kampung yang ada di bantarannya, burung-burung tetap beterbangan, di selimuti gerimis rintik. Dengan berkas cahaya kecoklatan di ufuk langit selatan... kulihat di ujung sana, terlihat gedung Sampoerna yang baru selesai dibangun... dan gedung2lainnya.... indah.... aku tak peduli..dengan kendaraan2 yang lewat di belakangku. Mungkin orang akan memandang aneh, seorang perempuan, di pinggiran jembatan, sendirian, hujan-hujan...”ngapain?” biar apa kata orang saat itu, aku ingin menikmati potongan senja saat itu, disana... toh, mereka ga mengenalku... menatap sejauh mata memandang, menatap langit senja... dan, entah knapa, mataku mulai berair.. serasa ingin menumpahkan semua beban yang menghimpit. Ah.. hidup... so complicated.... Allah, dapatkah hatiku bisa selapang langitMu... hmmh... cukup. aku gak ingin membuat orang semakin bertanya-tanya dengan keberadaanku saat itu disana. Cukup dulu disini.. 8 menit menikmati senja.

Tiba-tiba... tiiin tiiin... Aku menoleh, seorang bapak-bapak mengklaksonku dan menoleh kepadaku sambil berlalu. Aku hanya diam. Hah, mungkin bapak tadi mengira aku melamun, bengong, dipinggiran jembatan, ingin bunuh diri, lalu beliau bermaksud mengklaksonku. Haha, tenang pak, tidak ada kamus bunuh diri dalam mindsetku. Aku beranjak ke motorku dan bergegas menuju spot terakhir sore itu. Gedung lengkung. My memorable place... goodbye bridge... i think, i wouldn’t able to be here again,,,,

sambil berjalan, aku berfikir, mungkin bapak tadi, sesampainya ia dirumah, ia menceritakan keheranannya kepada anak istrinya melihat seorang perempuan di pinggir jembatan sendirian di bawah hujan... haha, jadi geli sendiri.. ah sudah ah... sampai di Gedung Lengkung, oh iya, ada kajian tentang Ilmu di Moshola Apung nya... hmm, padahal aku berencana tuk duduk di jembatan merah, dan berjalan di pinggiran kolam masjid apung... ya sudah, aku memilih spot di sudut tamannya yang lain..

ah, damainyaa... aku berfikir tentang banyaaak hal, tentang hidup ini.. dan akhirnya ku mengakhiri perjalanan sore ku dengan sepotong dzkir sore...

hari sudah mulai gelap. daripada terjadi apa-apa, akhirnya aku benar2 memutuskan pulang saat fyuh... sepotong senja yang panjang... :)

Allah, dunia ini saja sudah Engkau ciptakan Indah... apalagi di syurgaMu ya Allah.. keindahan yang kekal sesungguhnya.. semoga aku bisa berada disana, kelak... Amin..