Senin, 17 Oktober 2011

"When You Say Nothing At All" (memorize kiera_lucyfer)

It's amazing
How you can speak
Right to my heart
Without saying a word,
You can light up the dark
Try as I may
I could never explain
What I hear when
You don't say a thing

The smile on your face
Lets me know
That you need me
There's a truth
In your eyes
Saying you'll never leave me
The touch of your hand says
You'll catch me
Whenever I fall
You say it best
When you say
Nothing at all

All day long
I can hear people
Talking out loud
But when you hold me near
You drown out the crowd
(The crowd)
Try as they may
They could never define
What's been said
Between your
Heart and mine

You say it best
When you say
Nothing at all

The smile on your face
The truth in your eyes
The touch of your hand
Let's me know
That you need me

You say it best
When you say
Nothing at all


:)

Selasa, 31 Mei 2011

[HANYA] SEBUNGKUS GORENGAN…. (Untuk kami…)

Aku ingin menceritakan sekelumit tentang keluargaku… satu potongan hikmah dari sekian hikmah dalam hidup ini… Aku bukan bermaksud ujub atau membanggakan diriku atau keluargaku. Maksudku bercerita adalah aku hanya ingin bersyukur atas apa yang Allah berikan kepada kami.

Aku dan keluargaku adalah keluarga yang sederhana, berkecukupan. Cukup ya cukup, tidak lebih dan tidak kurang, meski manusia pastilah selalu merasa kurang (karena hawa nafsunya). Ayah saya hanya seorang pegawai negeri, dengan satu istri dan 6 orang anak. Setiap hari, setiap bulan, setiap tahun, beliau harus bekerja keras untuk menghidupi kami. Ibu saya ‘hanya’ seorang ibu rumah tangga, tidak bekerja.

Ayah saya adalah orang yang sangat ‘royal’ dengan anak-anaknya. Beliau selalu memenuhi permintaan anak-anaknya. Ting-ting-ting… misalnya, Tukang bakso lewat. Ayah akan selalu bertanya: “mau bakso ga?” sontak kami menjawab: “mauuuuu!!!!”. Dan ayah segera memanggil tukang bakso, dan membelikan kami satu per satu, satu anak satu mangkok. Atau ketika ada bunyi Tok-tok-tok… tukang somay lewat, ayah bersegera menawarkan kami: “mau somay ga?”. Kami pun tak menolak tawaran ayah yang satu ini.

Selalu setiap hari, kami merasa setiap hari kami bisa makan. Walaupun hanya dengan tempe dan sayur bayam, tapi itu sudah sangat menyenangkan bagi kami. Selalu, setiap hari, selalu ada makanan. Kadang saya heran, addaaa saja rezeki yang ayah saya bawa setiap kali pulang dari kantornya, setiap hari. Entah makanan kotak sisa seminar di kantor, entah, snek kotak dari rapat di kantor, nasi padang yang diberikan mahasiswa yang pendadaran dengan ayahku, atau sekedar sesisir pisang muli (pisang mungil) yang sengaja di beli ayah. Itu sudah sangat menyenangkan bagi kami, anak-anaknya. Saat ayah pulang dari kantor adalah saat yang kami tunggu-tunggu. ketika motor vespa jadul milik ayah terdengar. Kami langsung bergegas menuju pintu, “asiik, hari ini Ayah bawa apa yaaa…?” selalu begitu… dan aku sadari belakangan, bahwa, ayah sengaja tidak pernah memakan jatah makan siang yang diberikan kantor untuknya, atau snek yang diberikan saat seminar atau rapat di kantornya. Semua itu selalu langsung ia simpan di dalam tasnya untuk dibawa pulang ke rumah, utuh, untuk anak-anaknya. Kalau anaknya sudah memakan, barulah ia memakan, itupun hanya sekedar mencicipi, tapi kalau anak-anaknya suka, tidaklah ia mau memakannya, biar semua untuk anaknya.

Biasanya, di awal bulan, saat gajian, ayah selalu membawa bungkusan banyaaak sekali. Isinya belanja bulanan: minyak, gula, teh, sabun, pasta gigi, deterjen, dll. Tak lupa ayah membelikan sekotak cemilan untuk kami, anak-anaknya. Dan di pertengahan bulan sampai akhir bulan, biasanya yang dibawa ayah hanya sebungkus gorengan. Terasa sekali perbedaannya. Namun, satu hal yang kemudian aku sadari adalah, ayah selalu mengusahakan membawakan sesuatu untuk kami stiap hari, meski ‘hanya’ sebungkus gorengan.

Suatu ketika, saat aku dan ayahku sedang makan siang bersama, ayah berkata: “Syukuri yang ada, meskipun sedikit. Ada makanan setiap hari, bersyukur… kalau kita ngeliyat ke atas, mesti rasanya kuraang terus. Tetangga bisa beli mobil, kita ga bisa. Tetangga bisa ningkat rumah, kita ga bisa. Tapi coba, ada yang jauuh lebih susah dari kita. Ada yang makan sehari bisa sehari nggak bisa. Tapi kita, Alhamdulillah setiap hari, ada makanan yang bisa kita makan setiap harinya.”
hh…. Aku menghela nafas. Mencoba meresapi kata-kata ayah barusan. Ayah benar, yang penting kami bisa makan setiap hari, itu sudah kenikmatan yang harus kami syukuri. Karena itulah yang menambah keberkahan dalam rumah ini. Rasa syukur.

Kami tahu, kami bukan orang kaya. Kami tak punya mobil. Rumah kami tak bertingkat. Meski ayah pegawai negeri, dan bekerja sebagai dosen, kendaraannya hanyalah motor vespa butut, yang terkadang suka mogok dan tak mau menyala. Manakala dosen-dosen atau pegawai yang yang lain menggunakan motor seri terbaru atau mobil dengan body yang mulus-mulus, ayah adalah satu-satunya dosen yang memakai vespa. Tapi itu tak pernah menjadikan ayah minder dalam berinteraksi dengan rekan-rekannya yang lain. Justru kesahajaannya lah yang membuatnya disukai oleh siapapun baik mahasiswa maupun karyawan dan dosen. Ia tak segan bergaul dengan tukang sapu, tukang kunci, office boy di kantor, siapapun.

Keberkahan itu tidak selalu ketika kita berlimpah uang, kendaraan lebih dari satu, rumah bisa bertingkat, baju banyak, handphone yang bermerk dan berfitur canggih, sepatu yang bermacam-macam modelnya, jaket atau pakaian yang mampu mengikuti tren… bukan, bukan itu. namun, keberkahan itu adalah ketika yang sedikit, terasa mampu mencukupi kebutuhan kami. Keberkahan adalah buah dari rasa syukur. Dan rasa syukur itu membuahkan keberkahan. Meskipun itu datang dalam bentuk rezeki yang secara zhohir Nampak sedikit.

Keberkahan memang punya arti yang sangat luas…

Jika kita bicara dalam konteks pernikahan maka keberkahan adalah ketika kita menjalani sebuah proses pernikahan sesuai dengan tata atur-Nya, sesuai dengan syariatNya, mulai dari proses memilih jodoh hingga proses akadnya. Maka sebuah proses yang bersih ini tentunya akan mendatangkan keberkahan. Bagaimanapun, ketika memang Allah sudah Ridho dengan prosesnya, pastilah Allah mudahkan prosesnya pula… kemudahan yang datang dari arah yang tidak disangka2. Tidak punya uang untuk mengadakan walimahan-lah… kekhawatiran akan hutang sana-sini, dan sterusnya… namun allah menjawabnya dengan kemudahan yang alah datangkan karena keridhoanNya.. Ketika keberkahan satu datang, maka akan mendatangkan keberkahan yang lainnya. Sampai nanti proses dalam melahirkan keturunan, mendidik, dan tentunya membangun rumah tangga itu sendiri.

Ketika kita bicara dalam konteks rumah tangga, maka keberkahan adalah ketika suami dan istri saling memahami satu sama dan saling menjaga diantara keduanya. Ketika sang suami dengan gigih mencari nafkah bagi keluarga, karena sudah selayaknya tugas suami unttuk dan mencari. Dan sang istri dengan ridho dan qonaahnya menerima berapapun yang dihasilkan suami. Tak banyak menuntut. Penghasilan berapapun akan ia gunakan untuk menghidupi sehari-hari selama jangka waktu berkala.. sampai Allah memberikan rezeki berikutnya. Dengan penghasilan yang ada akan dirasa sudah cukup membahagiakan dan mencukupi kebutuhan.

Satu kata kunci yaitu: TAWAKAL. Sepanjang kita memang senantiasa menjaga Husnudhon pada Allah dan tidak melanggar apa yang telah ditetapkan Allah, yakinlah Allah akan memberi kemudahan itu… END.


#luv father! :)

pol.. pol.. politik... hmmm....

Politik?? Hoaahmmm…. Ntar dulu deh…. Hehe…

Yup, mungkin sobat semua kerap berceletuk begitu ya.. Dan ga sedikit orang-orang pada umumnya yang berfikiran demikian. Banyak di antara kita berfikir bahwa politik itu kotor, politik itu isinya orang-orang yang berlaku curang, punya kepentingan, dan segala stigma negatif mengenai poltitik…. toh, kondisi Indonesia juga belum banyak berubah, pemerintahnya masih suka pada korup, wong hukum aja diperjualbelikan, penjara bagi para elit seperti hotel bintang 5, asset penting Negara di jual kepada pihak asing…. Ups. Ehem,ehem, hujatnya stop dulu ya… Kalau bicara soal ‘kebobrokan’ pemerintah mungkin ga ada habisnya ya… meskipun ketika kita disana (pemerintah.red) pun kita belum tentu mampu juga… ya ga?:D
Nah, sobat, kita boleh kok mengkritisi suatu bentuk kebijakan, itu jauh lebih baik daripada diam tak bersikap, karena acuh tak peduli, karena terlalu focus pada diri, karena kecewa tak bertepi (halah)….

Sebagian di antara kita berfikir “ngapain sih ngurusin politik? mending mikirin diri sendiri, yang penting sekarang hidup nyaman, bisa makan, ngisi bensin (meskpiun harga-harga pada naik), yang penting masih bisa hidup, bisa sekolah (meskipun biaya sekolah apalagi kuliah makin mencekik --__--)” wah sobat smua, jangan salah kira, justru setiap harinya kita menggunakan politik loh. Misal nih, sederhananya saja, ketika sobat mau membeli baju di pasar/toko, sobat ingin dengan harga 50.000 bisa dapat baju dan celananya sekaligus (ceritanya beli seragam nih). Tapi harga sebenarnya lebih dari 50.000, malah 50.000 Cuma dapet bajunya aja. Nah, terus apa yang sobat lakuin? Sobat cambar pasti bakal nawar kaan… melakukan tawar menawar sengit antara sobat dan penjualnya, sampai akhirnya penjual tak berkutik dan memberikan harga sesuai yang sobat inginkan… nah, inilah contoh politik yang saaangaat-sangat sederhana…
begitu pula ketika sobat ingin melobi guru/dosen sobat untuk bekerjasama dengan sobat, itu juga bagian dari politik… ga sadar kan…

So, politik sesungguhnya bukan sesuatu yang jauh dari kita, malah teramat dekat dengan kita. hanya saja, politik yang saat ini difahami kebanyakan di antara kita adalah politik di pemerintahan, karena itulah politik nyata yang bisa kita lihat. Nah, jadi kalo ada yang ngomong politik, kita ga langsung phobia dulu lah ya…
Trus, Kenapa sih kita mesti aware dengan yang namanya politik?? Berpolitik itu ga harus kita berada langsung di pemerintahan, kita sebagai masyarakat pun sudah selayaknya berpolitik. Lho, bagaimana bisa?

Sebagai contoh nih, misalnya pemilihan umum sebagai salah satu mekanisme pemilihan seorang pemimpin di Negara kita, negara demokrasi, dalam skala apapun (skala nasional, propinsi, wilayah, daerah, dalam perusahaan, institusi, lembaga, dan lain sebagainya). Masyarakat yang cerdas berpolitik adalah masyarakat yang benar-benar menggunakan hak pilihnya. Karena itulah yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat yang memiliki hukum dan aturan, dan tentunya yang masih peduli terhadap bangsa kita tercinta. Mungkin sebagian dari kita kecewa dengan cara pemilihan seperti ini.. huh, buat apa milih, toh hasilnya sama aja, toh pasti yang terpilih yang gitu-gitu lagi. Wah, mana saya mau milih, calonnya ga ada yang bener… atau apapun itu. Justru itu sobat, menghadapi hal ini, solusinya Cuma ada 2:
1. Kita sendiri yang mengajukan diri sebagai bagian yang dipilih, jika tidak mungkin maka,
2.ya gunakan hak pilih kita.

Yang terbanyak itulah yang menang, entah baik entah buruk, begitulah demokrasi. Maka, bagaimanapun calon seorang pemimpin, masyarakat cerdas berpolitik akan mempelajari bagaimana profil pemimpin yang akan dipilihnya. Ia menimbang dan menilai mana yang ia harus pilih sesuai hati nurani. Jika semuanya baik, maka pilihlah yang terbaik dari yang baik, yang akan mendatangkan mashlahah yang banyak. Jika semuanya buruk, maka pilihlah yang paling baik dari yang buruk, yang nantinya mendatangkan mudhorot (kerugian) yang paling kecil.

so far, saat kita sudah jadi yang namanya mahasiswa, kita juga bakal nemuin sarana – sarana belajar politik, misalnya setiap tahun (buat yang di kampus) bakaL ngrasain yang namanya PEMIRA alias Pemilihan Raya Mahasiswa untuk memilih presiden mahasiswa, atau belajar berpolitik melalui organisasi-organisasi sosial politik di kampus, dan lain sebagainya.

Selain itu, masyarakat yang cerdas politik adalah bagaimana ia mampu cerdas dan peka menanggapi setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemimpinnya, dalam skala apapun, apakah akan merugikan masyarakatnya atau justru malah membangun masyarakatnya… Cuma kalo sobat semua sudah pada phobia duluan, lah gimana mau mengkritisi? Gimana mau memperbaiki suatu keadaan yang “terpuruk”? Kalau ga ada yang mengritisi apa tidak malah kesewenangan yang makin menjadi? Karenanya, sudah selayaknya kita berlatih menjadi masyarakat cerdas politik dengan cara:

1. Senantiasa Membangun Kepekaan diri

Peka terhadap keadaan, peka terhadap kondisi yang terjadi di sekitar kita. tidak melulu diri pribadi yang difikirkan, tetapi juga social, karena kita adalah bagian makhluk social.

2. Mempelajari dan menilai kebijakan

Sebelum kita hujat sana sini mengenai kebijakan dari pemimpin kita, apalagi kalau Cuma hujat sambal alias ga ada dasar ilmiah yang jelas coba deh kita melihat dengan analisis dan mata ilmiah yang jernih.

3. Do something!

Lakukan apa yang bisa kita perbuat, sebagai apapun kita, sebagai seorang mahasiswa (kelompok masyarakat intelektual), sebagai masyarakat biasa. Kita tetap peduli menyikapi setiap perihal yang ada di sekitar kita, baik itu di Negara, masyarakat, apalagi di kampus kita tercinta, meskipun kita bukan menjadi bagian dari pemerintah/pengambil kebijakan.



Ketika kegelapan menyelimuti, menggelapi keadaan, maka ambillah lilin dan nyalakan cahaya, ketimbang terus menyalahkan kegelapan.

Memang, Indonesia seolah tidak memiliki harapan lagi untuk bangkit dari segala keterpurukan yang terjadi di berbagai multidimensi. Permasalahan yang dihadapi bangsa ini sungguh sangat kompleks. Sampai-sampai bingung, dari mana harus mengulur benang yang sudah sangat kusut ini. Dari masalah kriminalitas, pendidikan, masalah perut alias ekonomi dan kesejahteraan, menyambung lagi dengan masalah kesehatan, masalah politik dan mental politik, dan masalah-masalah pokok dan turunan lainnya. Itulah Indonesia saat ini. Kalau bicara kecewa dan putus asa, mungkin akan banyak di antara kita yang mengatakan demikian atas segala kondisi ini. Namun, islam mengajarkan kita untuk tidak berputus asa, karena mereka yang berputus asa adalah mereka yang kafir.

“… dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” (Qs. Yusuf: 87)

So, bukan saatnya lagi kita terus mengutuki keadaan, saatnya kita bangkit, dan menjadi bagian dari solusi. Mari jadi masyarakat cerdas politik. :)


(sebuah pemahaman amaat sederhana memaknai "politik" ... :)