Kamis, 04 September 2014

Nenek

17 Mei 2014

Seperti biasa, (aku berusaha merutinkan) setiap bulannya aku pulang ke kota halaman. (dibilang kampung juga bukan, dibilang kota modern juga bukan, hhe. Tapi memang asal kotaku berasal dari luar Pulau Jawa). Namun, kepulanganku kali ini berbeda. Kakak laki-lakiku akan menikah, mengakhiri masa lajangnya. Bliau adalah kakak laki-lakitepat di atasku. Yah, bisa dikatakan beliau adalah kakak laki-laki ku yang terdekat. Makanya aku mengusahakan untuk menghadiri pernikahannya. He.

Sebuah rutinitas biasa pula, aku berangkat dari kota rantauan, Jumat malam dengan menggunakan bus Damri, dan tiba di kotaku pada Sabtu subuh atau pagi hari. Namun ada yang berbeda pada kepulangankukali ini. Biasanya, ayahku sudah stanby di depan gang rumahku untuk menjemputku yang turun dari bus damri dengan motor gigi-nya yang mulai lusuh. Namun, kali ini, aku dijemput oleh kakakku yang esoknya akan menikah dengan motor gede-nya yang tak biasa pula ia gunakan. Lho, kenapa? Ada yang ingin tahu? Kalo tidak ingin tahu, aku juga akan memberitahu, hhe. Pada hari itu, ayahku ada kondangan di kota lain yang jaraknya cukup jauh, sehingga ia harus berangkat subuh hari bersama rombongan kantornya. Jadinya kakakku yang menjemput.

Ah… segaarr sekali rasanya menghirup udara di kampung eh, kota halaman yg masih segar. Apalagi pagi hari. Meskipun tidak sesegar udara pedesaan yang msh sangat menyegarkan. Jauh berbeda dengan ibukota. Terpaan angin pagi itu membawaku kepada memori masa lalu melewati jalan itu. Ah, sudah, sudah. Aku sedang tidak ingin bermelankolis di saat yang ini, karena aku sudah kebelet mau ke toilet sejak di bus tadi. Heheh. Ya, akhirnya motor kakakku sampai di rumah. Alhamdulillah,, akhirnya sampai rumah juga. “assalamu’alaykuuuum~~~” sapaku ke para ahlul bait.
Karena aku sudah kebelet sedari tadi, aku segera ke kamar, berganti baju seadanya, dengan tetap memakai jilbab (karena saat itu dirumahku sudah ada kakak iparku yg dari hari sebelumnya sudah datang dari Bogor), lantas segera ngibrit ke kamar mandi.. hueehehehe…

Yak, rumahku kali itu tidak begitu riuh seperti jika yang perempuan yang menikah, krna kebudayaan disni, tempat hajatan nikahan itu di tempat mempelai wanita. Keadaan rumahku kian waktu kian lusuh, karena penghuninya sudah mulai berkurang. Kakak2 tangguhku sudah memisah ke rumah sendiri alias berkeluarga. Karenanya, ada sebuah keinginan untuk membersihkan dan membereskan rumahdan seisinya. Meski akusadar, akutidak mungkin melakukannya sendiri. Hhe. Ups, kembali ke topik. Pagi itu, ibuku sudah membelikanku nasi uduk dan lontong sayur sebagai sarapan di pagi itu. Usai sarapan, beberes pagi, dan seperti rutininitas biasa, seolah tak aka nada sebuah hajatan yang akan diselenggarakan. Bedanya, hanya lebih ramai dari biasanya karena beberapa saudaraku pada datang. Aku ngapain? Ohya, satu hal yang ingin kuceritakan. Begitu aku sampai di rumah, aku sempat mengobrol dengan kakakku yang esok akan menikah. Yah, smacam curcol.. he. Satu yang kemudian membekas dari pembicaraan pagi itu adalah ia mengatakan:
“Ketika ijab qobul, yang berat itubukan ucapan “saya terima nikahnya, dst” bukan, tapi yang berat adalah pengucapan syahadatnya. Itu yang sungguh2 berat…”
Mendengarnya, aku terdiam. Sejenak. “Benar… itu yang berat… namanya juga, mitsaqon gholizho..” jawabku.. tersenyum, berfikir.
Yah, kami sama2 terdiam. Dan akhirnya melanjutkan obrolan seputar pernikahan dan rumah tangga, lantas berlanjut lagi ke pembicaraan yang lain. Heu..

Pagi itu, usai beberes rumah,aku ke kamar, bermaksud membayar hutang perjalanan semalam, yakni Tidur. Heheh…
Sungguh, banyak hal yang berbeda pada kepulanganku kali ini.
Kali ini pula aku berencana untuk tidak membeli oleh-oleh, karena kufikir tidak akan sempat kesana. Namun ternyata kakakku hendak membeli ke toko langganan tempat kami membeli oleh-oleh. Oh? Emang gapapa ya? Terselip rasa kasihan dan ga enak karena,masak pengantin yang besok mau nikah, masih keluar2 rumah sih.. tapi aku hanya berdoa, semoga tidak terjadi apa-apa. Aku bermaksud ikut ke kesana (tokonya) pula, untuk membantu kakakku.
Dan saat itu pulalah, aku mengenang kembali jalan-jalan yang pernah aku lalui, dan kenangan apa yang ada di tempat itu. Sepulang dari membeli oleh-oleh, aku beres-beres di dapur. Di rumah saat itu hanya ada aku dan kakakku. Ayah mengantar kakak perempuanku yang sedang hamil ke bidan. Ibuku pergi mencari jilbab dengan warna yang sama sebagai seragam untuk esok harinya. Kakak iparku..aku tak tau ia kemana.

Di tengah beres2, tiba2 ada suara teriak2 dari arah ruang tamu. (kalau Bahasa Jawa istilahnya, Bengok-bengok). Aku heran. Kakakku juga heran. Suara yang tidak begitu kami kenali.
Kakakku akhirnya mengecek keluar ternyata…. Ternyata…ternyata…. Nenek dari kampung. Bahhkan, kakakku hamper-hampir ga mengenali. Ya Allah… ketemu nenek yang sudah lamaa sekali tak bersua. Buru-buru aku menghampiri dan menyalimi nenekku. Dan Alhamdulillah nenekku masih mengenaliku dengan baik. Yapp.. aku menekankan pada diriku sendiri, bahwa Ia seorang nenek. Aku segera membuatkan minum, dan menyiapkan kamar untuknya, duh, heboh. Aku heboh sendiri. Karena, di rumah hanya ada aku dan kakakku, berdua saja. Mana rumahku itu, asal kamu tau, dan udah aku jelaskan di atas, adalah saaangat berantakan. Hhehe…
Wah, wah,wah, gak ketemu nenek belasan tahun itu rasanya sesuatu, terakhir bertemu beliau itu kalau tidak salah SD kelas 6. Kenapa? Karena aku sudah tidak tau lagi bagaimana kabar beliau saat ini. Apakah beliau punya penyakit tertentu, atau tidak, dan seterusnya, dan seterusnya.

Nenekku secara sekilas Nampak sehat wal afiat, meski usianya smakin senja. Pendengarannya sudah sangat2 berkurang. Jika ingin berbicara dengannya, kamu harus cukup 'berteriak' di dekat telinganya. Kata2nya pun semakin tidak jelas. Ditambah, ia sering berbicara dengan bahasa jawa. he..he.. (tambah pula aku semakin tak mengerti^^;). Tapi, sekali lagi, ia nenekku. Aku hanya membayangkan, bsok, bapak ibuku pun akan menua seperti beliau, dan akupun suatu saat akan menua (jika Allah izinkan aku mengecap usia senja). Aku...menempatkan diriku sebagai cucu yg yah, kekanakan. he, biar pembicaraan kami bisa masuk.

Selama aku dan beliau disni, jika tidak ada urusan rumah tangga yg kukerjakan, aku menemani nenekku mengobrol. kami mengobrol apa saja. Dari mengenang masa kecil, menceritakan sejarah bapakku tempo dulu, dst, dst. Ada hal yg sebenarnya ingin aku tanyakan, namun belum sempat tertanyakan. Mengenai silsilah dan tentunya sejarah kepindahan keluarga kami dari Jawa ke Sumatera. Sungguh, aku penasaran dengan ini. Ya mungkin kalau jodoh lagi, kalau ketemu lagi, bisa ditanyakan kepada beliau.

Ada banyak hal2 yang menginspirasi dari beliau.
Salah satunya dan yang menjadi refleksi bagiku ialah: Lisannya tak pernah berhenti berzikir. Tak pernah sekalipun zikirnya terhenti, kecuali pada saat ia berbicara (ngobrol), Sholat, di kamar mandi, dan tidur. (yaiyalahya)
Sampai-sampai, aku sempat terheran dengan suara2 'aneh' yang datang dari kamar,ternyata suara 'komat-kamit' zikirnya. Mungkin karena bicara yang sudah kurang begitu jelas sehingga memang tidak terlalu jelas apa yang ia ucapkan. Namun, itu semua kembali membuatku tertegun, kagum, sekaligus malu.
Dalam setiap obrolan dengannya, tak lupa ia selalu mengingatkan untuk tak lepas dari solat, mengaji, zikir, dan doa. Rasanya tak ada ucap yang sia-sia.

Begitulah.... sedikit cerita dari nenekku. :)
Nenek yang sudah lama tak bersua,yang saat bertemu kembali semacam menjadi pengingatku akan berbagai hal. Tentang usia, tentang kedekatan kepada Allah, tentang mengurus mereka yang tua dan akan tua, tentang jasa, tentang cerita. Semuanya...
Smoga manfaat..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar