Senin, 11 Januari 2010

Menempuh Perjalanan Hakiki, Stasiun-stasiun dalam hidup (part one)

(from akhlak lesson 8.1.10 by ust.Syatori Abdurrouf with improvisation)

Pernah denger istilah Rihlah?

Pernah rihlah?

Kira2 Menyenangkan apa ga menyenangkan rihlah itu?

Hayook..yang jawab acung tangan..!^^

Ya, insya allah kita semua sudah mengenal kata ini, bagi yang belum, rihlah itu bisa diartikan sebagai perjalanan, biasanya ke tempat yang berbeda dari biasanya. Ngapain? untuk refreshing, menyegarkan fikiran2 kita dari segala kepenatan rutinitas, amanah, kerjaan, dlsb. Kalo bahasa populisnya-rekreasi dah. Nah, pastinya menyenangkanlah ya..

Yak, rihlah pastinya macem2 dung, dari tempat, jenis, sampe tujuan. Tapi, sejatinya rihlah-yang kita lakukan adalah rihlah menuju ALLAH ‘azza wa jalla.
Perjalanan kita menuju Allah SWT ibarat Grafik dinamis, tidak lurus, namun bergelombang, tapi terus naik bergerak keatas. ada kumpulan titik2 yang terhubung membentuk garis grafik tersebut, lalu ada titik kulminasinya (bahasa matematikanya: titik maximum or minimum, nah LOo?) yang menandakan bahwa ada perubahan gradient grafik tersebut. (wiss, ribet banget, yooo kayak ngono kui lah..)

Nah, pun ibarat kita melakukan perjalanan, missal nih JOGJA –JAKARTA, naek kereta api dari stasiun Tugu Jogja sampe Stasiun Gambir. Pastinya ketika ketika kita pergi ke Jakarta, kita akan beberapa kali berhenti pada banyak yang namanya: STASIUN. Begitu pulalah dalam kehidupan kita. Perjalanan panjang ini akan amat sangat melelahkan ketika kita teruus berjalan tanpa henti. Karenanya dibutuhkan lah stasiun pemberhentian dalam hidup menuju Allah Swt.

Apa aja stasiun tersebut?

1) STASIUN 1: Mengenal kekurangan diri

Setiap kita pasti memiliki kekurangan diri, karena jelas, tidak ada manusia yang sempurna-yang terbebas dari kesalahan, kecuali Rasulullah saw. Disadari tidak disadari, Seringnya kita terlalu sibuk dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang lain, mengkritisi apa yang dilakukan oleh orang lain. Masih bagus kalau kita memberikan nasihat kepadanya, yang ada bahkan kita malah menghina dan mencela apa yang menjadi kekurangannya. Namun, sudahkah kita melihat pribadi kita sendiri?
Sesungguhnya, barang siapa yang mengenal kekurangan dirinya, niscaya ia tidak akan sempat mengenal kekurangan orang lain.
Dengan seseorang yang mengenal kekurangan pibadi, niscaya pula, kita akan semakin bersyukur dan semakin dekat kepada allah, karena, DIAlah yang menciptakan diri ini.

2) STASIUN 2: Taubat nasuha.

wahai, orang-orang yang beriman!
Bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya (taubat nasuha), mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai….”

(Qs. At-Tahrim 8)

Hayooo….. sudahkah kita bertaubat hari ini? Bahkan Rasululllah pun-yang ma’shum, terbebas dari kesalahan, ‘masih’ beristighfar kepada Allah minimal 100 x perhari… sedang kita? Hm,hm,hmmm… astaghfirullahal’adhim… semoga kita senantiasa diingatkan akan kesalahan2 yang kita lakukan dalam sehari-harinya.
namun, jika kita sudah merasa selalu bertaubat, maka, yang perlu kita cermati adalah, Taubat jenis apakah yang kita lakukan selama ini?

TAUBAT NASUHA-kah….?

Atau…

TAUBAT SAMBAL …?

Btw, kenapa dikatakan taubat sambal ya??
Begini kawan2,
Coba deh, bayangin, kalo kita makan sambal, dan buannyak sambalnya, apa yg bakal kita rasain??
Kepedesan bukan?? Nah, tapi pedes2 gitu, ketika kala berikutnya, kita masih tetep pengen sambel lagi, lagi dan teruss, …. Begitu seterusnya. Padahal kita tahu sambal itu pedas, tapi kita masih tetap ingin sambal lagi. Sambal dan pedas membuat kita semakin ingin lagi dan lagi…
Nah, Begitu pula dengan maksiat dan taubat, kita tau, kita sadar, kalo suatu perbuatan itu salah, ok, kita menyadari itu dan ‘menyesal’, tapi kemudian kita masih teruuuuss kembali melakukan maksiatnya.. astaghfirullah..
Inilah yang dinamakan an-nafsu al-lawwamah (jiwa yang selalu menyesal, masih mudah dikalahkan oleh hawa nafsu).


Lalu, ada Taubat nasuha, ya, inilah taubat yang sebenarnya dan seharusnya.. ketika kita menyadari-lalu menyesali kesalahan yang telah kita buat-maka seharusnya kita berupaya sekuat-kuatnya untuk tidak mengulangi kesalahan/dosa itu lagi. Ketika kita mampu menahan nafsu kita untuk bermaksiat dikala setan menggoda, serta seketika mengalihkan diri kita kepada aktivitas kebaikan karena takut kepada Allah dan menyadari pengawasanNya, maka inilah yang disebut sebagai an-nafs al-muthmainnah (nafsu yang tenang, yang sudah tunduk dalam ketaatan dan ma’rifah kepada Allah swt).

Namun apa daya, setan masih ada, ia terus menggoda kita untuk kembali terperangkap pada lubang perangkapnya.. hufhh, hasya allah. Karenanya, kita harus senantiasa memohon perlindungan dari Allah..

Ya allah, lindungilah kami dari cerdiknya godaan syaitan yang menggoda, serta berilah kami kekuatan untuk menjaga diri kami dari maksiat saat sendiri maupun ramai. .amin.

Hanya hamba-hamba Allah yang IKHLAS-lah yang hanya bisa terlindung dari godaan setan…
Pertanyaan sekarang.. sudahkah kita menjadi hamba yang ikhlas??
..mari perbaharui keikhlasan kita dalam beramal, hanya untuk agar Allah ridho kepada kita.

“ dan barang siapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Dan barang siapa berbuat dosa, maka sesungguhnya dia mengerjakannya untuk (kesulitan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”
(Qs. An-nisaa’ 110-111)



“wahai, orang-orang yang beriman!
Bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya (taubat nasuha), mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan sebelah kanan mereka, sambil berkata, ‘ Ya Tuhan kami,sempurnakanlah untuk kami cahaya kami, dan ampunilah kami; Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu’.”
(Qs. At-Tahrim 8)



Allahu’alam bishshowwab.

To be continued..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar